Jumat 25 Apr 2014 13:11 WIB

Titik Kritis Halal Jamu dan Obat Herbal Kemasan

Salah satu pedagang menata jamu kemasan
Foto: Antara/Herka Yanis
Salah satu pedagang menata jamu kemasan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ratna Ajeng Tejomukti

Jamu dan obat herbal berasal dari bahan-bahan tumbuhan yang sudah tentu terjamin kehalalannya.

Indonesia terkenal dengan kekayaan rempah-rempahnya. Tak hanya dijadikan bumbu masakan, rempah-rempahnya pun dijadikan sebagai bahan untuk pengobatan.

Bahan-bahan herbal yang sering digunakan untuk pengobatan, seperti beras kencur, kunyit, asam, jahe, brotowali, dan lain sebagainya.

Secara tradisional bahan tersebut diolah dengan direbus dan diambil air rebusan dan perasannya yang dikenal dengan jamu.

Zaman modern saat ini, jamu yang dikenal dengan jamu gendong telah mengalami perkembangan. Di toko atau warung kini jamu gendong bertransformasi menjadi jamu dalam bentuk kemasan serbuk.

Bahkan, saat ini jamu tersebut meningkat menjadi obat-obatan herbal berbentuk tablet, kaplet, maupun kapsul. Terjaminkah kehalalan jamu dan obat-obatan yang telah dikemas tersebut?

Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim mengatakan jamu dan obat herbal berasal dari bahan-bahan tumbuhan yang sudah tentu terjamin kehalalannya. Namun, jika jamu dan obat herbal ditambahkan campuran tertentu, hal itu perlu diwaspadai.

“Saat ini, jamu gendong tradisional memang telah ada yang memiliki sertifikat halal dari MUI, terutama di wilayah Jawa Timur,” ujar Lukman.

Namun, pihaknya tidak mampu mengontrol setiap jamu gendong lainnya yang belum mendapatkan sertifikat halal jika mereka menambahkan bahan campuran yang berbahaya maupun haram.

Masyarakat Indonesia yang saat ini memiliki minat tinggi kehidupan yang serba instan mendorong obat dan jamu yang diminumnya berharap segera secepatnya memperlihatkan hasilnya.

“Mereka ingin jamu yang diminum untuk penghilang lelah dalam jangka satu dua jam sudah terlihat efeknya,” kata Lukman.

Namun, ia menegaskan jamu itu bukan obat yang sekali minum langsung dapat terlihat hasilnya. Inilah yang dimanfaatkan pengusaha jamu dan obat herbal untuk mencampur bahan aktif agar produknya memberikan hasil yang cepat dan laku di pasaran.

Zat aktif tersebut tidak hanya berasal dari tumbuhan, tetapi juga berasal dari hewan. Di sinilah titik kritis jamu dan obat herbal dikhawatirkan kehalalannya.

Beberapa waktu lalu terdapat penemuan di Jawa Tengah, jamu tradisional dicampur dengan bahan obat-obatan, seperti parasetamol dan obat penghilang rasa sakit lainnya. Bahan campuran tersebut perlu diperhatikan apakah menggunakan bahan yang halal atau tidak.

Lukman mengaku perusahaan jamu bermerek yang terkenal telah memiliki sertifikasi halal. Sehingga, LPPOM MUI menjamin perusahaan jamu yang telah bersertifikat halal aman digunakan dari bahan yang haram.

Founder Halal Corner Aisha Maharani mengatakan jamu sering dipercaya sejak nenek moyang memiliki khasiat sebagai penghilang rasa lelah dan pegal linu. Sehingga sebagian besar masyarakat Indonesia lebih banyak memilih jamu dibandingkan obat-obatan kimia.

Namun, Aisha mengingatkan perlu kehati-hatian dalam mengonsumsi jamu. Jamu memang identik dengan bahan alami, seperti tumbuhan baik berupa umbi, daun, akar, dan lainnya.

“Tidak hanya produk elektronik, teknologi modern saat ini telah menyentuh produk jamu,” ujar ibu dua anak itu.

Penemuan kasus jamu menggunakan bahan kimia obat terjadi di Cilacap, Juni 2013 lalu. Saat itu, ditemukan jamu dicampur parasetamol, dexametason, CTM, dan antalgin.

Menurut Aisha, jamu yang bercampur dengan bahan kimia sudah tidak murni alami lagi. “Sebagai Muslim kita dituntut untuk mengutamakan kehalalan setiap produk yang dikonsumsi dan digunakan,” katanya.

Aisha menjelaskan, kini dapat menemukan jamu yang  berubah menjadi obat herbal berbentuk kapsul. “Kita harus teliti bahan apa yang digunakan untuk membuat selongsong kapsul tersebut,” kata pengiat halal di media sosial ini.

Jika jamu tersebut berbentuk cairan, Aisha mengungkapkan, harus dipastikan pelarutnya bukan berasal dari khamr.

Jika bahan pelarut berasal dari hewani, seperti jeroan ayam, harus diperhatikan apakah ayam tersebut disembelih sesuai syariah atau tidak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement