Jumat 23 Mar 2018 14:06 WIB

Menghidupkan Akhir Malam

Menyegerakan tidur adalah perilaku menghidupkan sunah.

Muslimah shalat Tahajud.    (ilustrasi)
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Muslimah shalat Tahajud. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Nawawi

Keberuntungan besar, kebahagiaan sejati, dan ketenteraman hati akan direngkuh seorang Muslim manakala dalam hidupnya benar-benar mengikuti apa yang telah diteladankan oleh Rasulullah SAW.

Di antaranya perihal mengatur waktu pada malam hari agar berbagai kemuliaan bisa direngkuh setiap hari. Sering kali karena kenikmatan beraktivitas, seseorang lupa menjadikan malam sebagai sarana taqarrub kepada Allah Ta'ala.

"Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar" (QS Yunus[10]: 67).

 

Sudah sepatutnyalah, jika malam telah tiba dan tidak ada perkara penting mendesak yang harus dilakukan, menyegerakan tidur adalah perilaku menghidupkan sunah.

Abdullah bin Mas'ud RA bertutur, "Nabi SAW selalu melarang kami berbincang-bincang setelah Isya" (HR Ahmad).

Dorongan Rasulullah agar umat Islam segera beristirahat selepas shalat Isya ternyata mengandung makna persiapan agar pada akhir malam yang terdapat keistimewaan langsung dari Allah. Umat Islam tidak ada yang melewatkannya hanya gara-gara terlalu lelah karena kegiatan begadang yang tidak penting.

Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, "Allah turun setiap malam ke langit dunia, yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Allah berfirman, 'Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya, siapa yang meminta kepadaKu, maka Aku akan memberikannya, dan siapa yang meminta ampun kepada-Ku maka Aku akan mengampuninya." (HR Bukhari).

Keistimewaan yang sedemikian ini menjadikan Rasulullah tak pernah mau meninggalkan akhir malam melainkan dengan shalat, sekalipun diirnya dalam keadaan kurang sehat.

Aisyah Radliallahu ‘anha berkata; “Janganlah kamu meninggalkan shalat malam (qiyamul lail) karena Rasulullah tidak pernah meninggalkannya, bahkan apabila beliau sedang sakit atau kepayahan, beliau shalat dengan duduk.” (HR Abu Dawud).

Momentum istimewa tersebut tentu sangat sayang jika dilewatkan. Padahal, pada waktu itu ampunan dan segala permohonan Allah dengar langsung dan Allah akan kabulkan. Dengan demikian, betapa bijaksananya jika setiap Muslim menata hidupnya sedemikian rupa sehingga pada akhir malam dapat meraih kemuliaan yang dapat menyolusikan segala macam problematik hidup yang dihadapinya.

Pendiri Hidayatullah KH Abdullah Said sangat menekankan pelaksanaan shalat tahajud pada akhir malam kepada para santri dan kader-kadernya saat membangun pesantren di Balikpapan. Bahkan, di setiap menjalankan tugas membangun pesantren di seluruh Indonesia. Jika ada hambatan, masalah, tantangan yang sulit dihadapi, selesaikanlah dengan menghidupkan akhir malam.

Bahkan, ia menganalogikan orang yang bisa bangun malam kemudian shalat Tahajud sama seperti sedang menghadap Allah di “kantor”-Nya, diterima secara khusus. Kita dapat berdialog dengan enak, mengajukan, dan mengadukan segala problem karena seolah-olah hanya kita berdua dengan Allah Ta’ala. Semoga Allah mampukan kita sepanjang hidup ini untuk senantiasa menghidupkan akhir malam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement