Ahad 24 Dec 2017 14:02 WIB

Teladan Para Nabi, Menyiapkan Generasi Unggul

Sejumlah santri mengaji Kitab Kuning di komplek Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Selasa (30/5).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Sejumlah santri mengaji Kitab Kuning di komplek Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Selasa (30/5).

REPUBLIKA.CO.ID, KH Sukron Makmun, Lc MA 

(Anggota Komisi Pengkajian & Penelitian MUI Provinsi Banten serta peneliti pada Universitas Darussalam-Gontor)

Ada kesan mendalam usai saya sowan ke sejumlah pesantren di Jawa Timur. Pertama pesantren Lirboyo, Kediri, salah satu pesantren tertua di Tanah Air. Selain tercium aroma ilmu dan kesederhanaan yang begitu pekat, ada aroma lain yang sangat menyentuh hati. 

Yaitu, semua dzurriah (keturunan) pendiri  pesantren ini, menjadi ulama. Setelah pindah fokus ke Gontor. Saya ambil satu dari Trimurti pendirinya, yaitu KH Imam Zarkasyi. Sama dengan Lirboyo, keturunannya pada berhasil. 

Putra KH Zarkasyi ada enam. Satu di antaranya adalah guru besar (profesor), dan empat yang lain bergelar doktor. 

Intelektual sekaligus ulama. Kemudian saya teringat pesantren Futuhiyyah, pesantren tempat saya mondok pertama kali. Kiainya saat itu ialah KH Ahmad Muthohar, ulama kharismatik, mursyid tarekat juga seorang penulis prolific. 

Putranya, KH Abdul Hadi juga seorang guru besar, kiai sekaligus intelektual. KH M Hanif Muslih, yang sekarang meneruskan perjalanan Futuhiyyah sepeninggal Kiai Ahmad, juga seorang ulama sekaligus cendekiawan produktif. 

Sepulang dari Madinah, ia menulis banyak judul buku yang sekarang diterbitkan oleh penerbit Thoha Putra Semarang. Pertama dan terakhir adalah tipologi ideal pesantren tradisional. Sedangkan yang kedua adalah representatif pesantren modern.

Dari tiga figur di atas, saya akan ambil satu benang merah. Mereka bertiga adalah tokoh pendidikan keagamaan di Indonesia. Panutan masyarakat yang berhasil mendidik keluarganya (baca: anak-anaknya) sendiri. 

Sehingga kebaikan yang mereka contohkan terus berlanjut, tanpa putus. Pendidik yang berhasil bukanlah yang berhasil mendidik orang lain, sementara anak-anaknya sendiri tidak terdidik. 

Anak-anak saleh yang bermanfaat bagi sesamanya adalah amal jariyah yang tidak terputus. Ialah barometer kesuksesan dunia dan akhirat. 

Output dari pendidikan yang nyata. Dalam hadis disebutkan, “Ketika manusia meninggal dunia, maka semua amalnya akan terputus, kecuali tiga perkara, sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakan orang tua-nya.” 

Banyak orang berhasil menjadi tokoh-ulama, pejabat, dan pengusaha. Tapi kesuksesan mentok pada dirinya saja. Anak-anaknya tidak terurus, rumah tangganya berantakan. 

Mereka lebih sibuk mengurus masyarakat ketimbang anak dan keluarganya sendiri. Lebih piawai mendidik orang lain ketimbang anak dan istrinya sendiri. 

Nah, tiga tokoh di atas tidaklah demikian. Mereka adalah tipologi ideal bagi kalangan tradisional dan modern. Ketiga-tiganya berhasil mendidik masyarakat serta anak-anaknya sendiri. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement