Jumat 29 Sep 2017 14:12 WIB

Anak yang Beruntung

Sejumlah anak memukul alat bunyi-bunyian seadanya saat melakukan ‘thek-thur’ (gugah sahur) di Madiun, Jawa Timur. ‘Thek-thur’ adalah tradisi membangunkan umat Islam dengan menggunakan alat musik tradisional dan melantunkan lagu atau pujian-pujian untuk makan sahur selama Ramadan. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Siswowidodo
Sejumlah anak memukul alat bunyi-bunyian seadanya saat melakukan ‘thek-thur’ (gugah sahur) di Madiun, Jawa Timur. ‘Thek-thur’ adalah tradisi membangunkan umat Islam dengan menggunakan alat musik tradisional dan melantunkan lagu atau pujian-pujian untuk makan sahur selama Ramadan. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Oleh: Hasan Basri Tanjung

Keberadaan anak dalam keluarga ada empat macam, yakni anak tak beruntung, anak kurang beruntung, anak tak tahu diuntung, dan anak yang beruntung. Anak tak beruntung punya orang tua, tapi menjadi sumber petaka. Anak kurang beruntung karena keadaan atau pengabaian orang tua. Sementara, anak yang tak tahu diuntung karena pendidikan atau lingkungan yang salah sehingga menyengsarakan orang tua.

Dr Bunyanul Arifin dalam buku Menjadi Muslim Super Dad menyebut, ada enam peran orang tua (ayah) agar anak beruntung; pemimpin, tulang punggung, pelindung, pendidik, teman bermain, dan sahabat. Ada empat kriteria anak yang beruntung. Pertama, kehadirannya dinantikan. Anak yang lahir dari pasangan suami istri yang saling menicintai, beriman, berilmu, beramal, dan beradab (QS 98:7-8). Ketika lahir, ia disambut dengan azan dan iqamah, lalu diberi nama yang baik. Dengan tulus ibu menyusui sampai dua tahun (QS al-Baqarah [2]: 233). Ia bak perhiasan dan penyejuk mata (QS 18:46, 25:74).

Jika tak ada, ia dicari. Jika pergi ia dinanti. Jika kembali, disambut sepenuh hati dan diberi rezeki yang halal bergizi (QS 16:114). Kedua, pencapaiannya dibanggakan. Anak yang beruntung dihargai dan dibanggakan orang tuanya (QS 37:102). Walau usia belia, ia tetap ingin diakui di hadapan orang lain. Usahanya belajar mestilah diapresiasi dengan ucapan, sikap, dan tindakan. Jika dibanggakan, ia akan percaya diri. Orang tuanya berikhtiar sekuat tenaga dan berdoa untuk kejayaannya (QS 3:38,14:40). Guru saya, KH Didin Hafidhuddin, selalu mengambil rapor anaknya walau sibuk setiap hari.

Ketiga, pengabdiannya mengagumkan. Bagi orang tua, tiada yang paling diharapkan dari anak selain bakti, terutama di hari tua (QS 17: 23-24). Usia 40 tahun merupakan momentum kesadaran seorang anak untuk berbakti karena ia telah merasakan mengasuh anak (QS 46: 15). Berbakti setulus hati (birrul walidain) dan orang tua sempat menikmati hasil jerih payahnya. Merugilah seorang jika bersama orang tua di usia senja, tapi tidak mengantarnya ke surga (HR Muslim).

Keempat, kesalehannya membahagiakan. Anak yang berbakti akan dirasakan orang tua semasa hidup. Namun, ketaatannya beribadah kepada Allah SWT akan membahagiakan orang tua setelah kematiannya. Anak yang rajin membaca dan menghafal Alquran menjadi wasilah mahkota kemuliaan (HR Abu Daud). Selalu berdoa agar diampuni dan terhindar dari siksaan (QS 17:24, 71:28). Amal kebajikan dan ilmu yang diajarkan tetap dijaga agar pahala terus dialirkan (HR Bukhari).

Menjadi anak yang beruntung adalah anugerah Ilahi. Ia dididik dengan sedikit pengajaran, ba nyak keteladanan dan pem biasa an, lalu ditegakkan aturan dengan kasih sayang. Anak yang berun tung karena orang tuanya pun beruntung. Benarlah pesan Nabi SAW, untuk berbakti kepada orang tua, agar kelak di anugerai anak yang berbakti pula (HR at-Tabra ni). Allahu a'lam bishawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement