Kamis 27 Jul 2017 06:07 WIB

Catatan Pulang Kampung (5)

Shamsi Ali
Foto:

Kembali ke acara halal bihalal di UIM di pagi hari itu, pada dasarnya saya menyampaikan banyak hal. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, bahwa sebagai putra daerah Sul Sel saya sangat bangga dengan Sulawesi Selatan.  Berbagai alasan saya sampaikan. Tapi yang paling penting di antaranya adalah bahwa putra putri Makassar-Bugis adalah pelayar yang pantang mundur. Pelayaran yang mereka lakukan, tidak saja untuk memburu keuntungan duniawi. Tapi sejarah mencatat bahwa putra Bugis Makassar seperti Syeikh Yusuf Al-Makassari adalah pejuang dakwah hingga ke pelosok dunia. Beliau bahkan meninggal dan dimakamkan di Cape Town, Afrika Selatan.

Dan karenanya satu hal yang perlu dicatat bahwa di daerah ini Islam dan semangat keislaman tidak akan pernah bisa dipisahkan dari pembangunan daerah itu sendiri. Pembangunan material Sul-Sel tidak akan berhasil tanpa terbangun di atas nilai-nilai Islam yang memang menjadi darah daging bumi Sul-Sel. Dan dengan sendirinya pemimpin daerah ini harusnya adalah seseorang yang memiliki komitmen keislaman yang tinggi.

Dalam hal ini saya menilai bahwa kerja keras yang tidak mengenal lelah dari Dr. Ir. Hj. Majdah M. Zain Agus Arifin Nu'man, Msi., berkeliling ke berbagai pelosok daerah daerah, ke desa-desa dan kampung-kampung menyebarkan cahaya Al-Quran melalui Forum Kajian Cinta Al-Quran, ke depan harus tetap menjadi pilar pembangunan daerah. Harapan saya memang semoga kerja keras ini dapat berlanjut bahkan lebih intens lagi sehingga Islam dan Al-Quran yang merupakan darah daging daerah ini semakin sehat dan subur.

Kedua, sebagai putra bangsa saya di mana-mana memang selalu menyampaikan bahwa sejauh saya berjalan, semakin saya bangga dengan bangsa dan negara Indonesia. Indonesia memang negara besar yang luar biasa. Saya tidak perlu mengulangi lagi kebanggaan saya karena kekayaan dan kecantikan alamnya. Tapi kali ini saya menyampaikan kebanggaan saya terhadap karakter manusianya yang toleran dan damai.

Ada asumsi umum yang berkembang bahwa orang-orang Islam itu tidak toleran kepada orang yang menganut agama lain. Sehingga sejujurnya memang akhir-akhir ini ada persepsi yang berkembang, atau tepatnya dikembangkan, bahwa Indonesia sedang mengalami ancaman intoleransi itu. Asumsi yang terbangun atau sengaja dbangun itu tidak saja di Indonesia, tapi juga di dunia internasional.

Beberapa bulan yang lalu misalnya Wall Street menuliskan di halaman utama betapa Indonesia sedang mengalami degradasi toleransi yang mengkhawatirkan.

Tendensi ini sangat berbahaya karena akan menjadi gambaran umum tentang Indonesia. Dan dengan gambaran umum ini masyarakat luar akan menilai dan menentukan sikap  terhadap Indonesia. Ketika Indonesia ditampilkan sebagai negara intoleran, maka dampaknya tidak saja dalam hubungan antar pemeluk agama. Tapi juga akan berdampak kepada bisnis dan investasi, turisme, dan seterusnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement