Jumat 15 Apr 2016 10:03 WIB

Memilih Sahabat Iman

Ukhuwah sesama Muslim (ilustrasi)
Foto: Ahmed Saad/Reuters
Ukhuwah sesama Muslim (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Imam Nawawi

“Tidak semua yang berkilau itu emas,” demikian pepatah Arab mengatakan. Pantas jika kemudian seorang Umar bin Abdul Aziz pun bertanya kepada seorang penasihat, “Siapakah orang yang layak kuangkat jadi pejabat?”

“Para pemilik agama tidak mau menjadi bawahan Anda, sedang para pemuja dunia tidak menarik diri Anda, maka pilihlah orang-orang terhormat, karena mereka akan memelihara kehormatan mereka dengan tidak mengerjakan sesuatu yang tidak pantas,” jawab sang penasihat.

Begitu pentingnya seorang sahabat, Ibn al-Jauzi dalam bukunya Shaid Al-Khatir sampai mengatakan bahwa orang yang cerdas adalah yang mau menyelidiki asal-muasal orang yang akan dijadikan sahabat.

 

Kata sahabat berasal dari bahasa Arab ash-shahabat yang pada mulanya merujuk pada sahabat Nabi, karena sahabat adalah orang yang setia menemani Rasulullah dalam menghadapi suka-duka berdakwah.

Dengan demikian, sudah semestinya sahabat yang kita pilih dalam kehidupan ini yang bisa menguatkan iman dan takwa kita kepada Allah. Sekaligus meningkatkan kompetensi diri dan prestasi diri dalam menebar manfaat bagi sesama.

Allah Ta'ala sendiri mengabarkan kepada kita bahwa kelak di hari pembalasan akan ada orang yang masuk ke dalam neraka karena salah memilih sahabat.

“Dan (ingatlah) hari (ketika) orang yang zalim itu menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan (yang lurus) bersama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan jadi teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari al-Qur’an ketika al-Qur’an telah datang kepadaku. Dan setan itu tidak akan menolong manusia.” (QS al-Furqan [25]: 27-29).

Ibn Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa orang yang zalim sangat menyesal, mengapa dirinya mau bersahabat dengan orang yang membuatnya berpaling dari hidayah dan menjadikan amal perbuatannya menyimpang dari kebenaran (Islam).

Rasulullah pun memberikan tamsil yang amat gamblang soal persahabatan ini. “Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya. Sedangkan pandai besi, (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari).

Demikian pentingnya sahabat dalam pergaulan, ungkapan Arab mengatakan, Al-Jaru qabla ad-dar artinya perhatikanlah tetanggamu sebelum memilih rumah."

Untuk itu, bersahabatlah dengan orang yang bisa menguatkan karakter mujahid (pejuang), auliya' (kekasih Allah), muhsinin (yang mencintai dan selalu melakukan kebaikan) dan du'at (pengemban dakwah), sebagaimana kata “sahabat” yang merujuk kepada mereka yang setia membela Rasulullah dalam menegakkan agama Islam.

Ungkapan Arab mengatakan, Nahnu abnau al-bi’ah yang artinya, kami adalah anak-anak dari sebuah lingkungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement