Sabtu 13 May 2017 16:17 WIB

Pohon Berbuah Musiman

Belalang di ranting pohon (ilustrasi)
Foto: REUTERS
Belalang di ranting pohon (ilustrasi)

Oleh: Hasan Basri Tanjung

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejatinya, semua kejadian mengandung pelajaran (i'tibar) bagi siapa saja yang merenungkan. Lalu, timbul kesadaran bahwa  tiada sesuatu pun yang diciptakan percuma. "... Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka." (QS [3]:190-191 ). 

Pohon berbuah musiman seperti durian hanyalah perumpaman pribadi Muslim yang beramal saleh bergantung musim. Mengapa lahir pribadi semacam itu? Karena orang tuanya yang menanamkan "benih pohon musiman" dalam pendidikan keluarga. Pohon berbuah pada musimnya itu bagus. Namun, jika tak berbuah, tentu akan mengecewakan. 

Ada empat macam orang yang berperilaku seperti pohon berbuah musiman, yakni: Pertama, beramal bergantung pada waktu. Ada sebagian orang yang beramal saleh menunggu waktu yang tepat, karena ganjaran pahala yang akan diperoleh lebih besar. Momentum yang paling ditunggu biasanya Bulan Suci Ramadhan yang sudah di depan mata. Karena ganjaran pahalanya berlipat ganda, mereka pun berlomba-lomba dengan kebajikan, baik ritual maupun sosial. Jika waktunya habis, amal saleh pun usai dan menanti musim tiba lagi.  

Kedua, beramal bergantung pada tempat. Ada pula orang beramal bergantung tempat karena ganjarannya lebih bagus. Semakin sakral sebuah tempat, pahalanya pun semakin banyak. Seperti shalat di Masjid Haram Makkah ataupun Nabawi di Madinah. Begitu juga, saat di masjid/majelis dekat dengan Allah SWT. Namun, jika kembali ke tempat kerja, keburukan kambuh lagi. Saleh di masjid, tapi menipu di pasar dan khianat ketika menjabat. 

  

Ketiga, beramal bergantung pada keadaan. Ada juga orang yang beramal bergantung keadaan atau suasana lingkungan. Seorang menantu, misalnya, tampak santun saat dekat mertua. Seorang jamaah begitu tawadhu' ketika bersama ustaz. Seorang kaya menjadi dermawan ketika dipuji-puji orang sebagai pembela rakyat miskin. Namun, ketika bersama orang kikir, ia abai sedekah. Ketika sibuk beraktivitas, ia pun lupa ibadah.  

Keempat, beramal bergantung pada kepentingan. Ada lagi orang beramal karena tengah bermasalah, ia pun rajin tahajjud. Namun, setelah kesulitan sirna, ia lupa kepada Allah SWT (QS.10:12). Begitu juga, orang yang punya kepentingan pribadi (vested insterested) seperti musim pilkada, pilpres, atau pileg. Mereka membagikan uang atau bingkisan kepada kaum dhuafa. Namun, ketika keinginannya tercapai, ia tidak pernah datang lagi.  

Sepatutnya, menjadi orang saleh itu tidak bergantung pada waktu, tempat, keadaan, apalagi kepentingan. Nabi Saw berpesan, "Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada. Iringilah keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapusnya. Pergaulilah manusia dengan akhlak terpuji." (HR at-Turmudzi). Allahu a'lam bish-shawab. 

ngandung pelajaran (i'tibar) bagi siapa saja yang merenungkan. Lalu, timbul kesadaran bahwa  tiada sesuatu pun yang diciptakan percuma. "... Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka." (QS [3]:190-191 ).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement