Senin 13 Mar 2017 07:07 WIB

Doa Mustajab

Ilustrasi Berdoa di Bukit Tsur
Foto: Republika/Heri Ruslan
Ilustrasi Berdoa di Bukit Tsur

Oleh: Farid Gasim Anuz

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sayidina Sa'ad bin Abi Waqqash bercerita, beliau melewati Sayidina Utsman bin Affan di Masjid Nabawi dan mengucapkan salam kepadanya. Kedua mata Utsman menatap Sa'ad teatpi Utsman tidak menjawab salam.

Sa'ad melapor kepada Khalifah Umar atas kejadian yang mengherankannya ini. Umar memanggil Utsman dan bertanya kepadanya, "Apa yang menghalangimu untuk menjawab salam saudaramu?"

Utsman mengatakan, ''Aku tidak mendengar dia mengucapkan salam kepadaku." Sa'ad: "Iya! (aku mengucapkan salam kepadamu!)". Kemudian Utsman teringat dan berkata, "Ya, aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya, kamu tadi lewat di depanku dan ketika itu aku sedang memikirkan suatu doa dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Tidak, demi Allah, aku sama sekali tidak mengingatnya karena penglihatan dan hati sedang tertutup."

Sa'ad hadir di majelis tersebut bersama Utsman, memang Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam belum sempat mengajarkan doa, keburu kedatangan tamu dan sibuk dengannya sampai Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam meninggalkan para sahabat dan berjalan pulang ke rumah.

Sa'ad segera menyusul Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan menanyakan doa yang belum sempat disampaikannya. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam menjawab, "Oh, ya, itu doa Dzun Nun (Nabi Yunus Alaihis Salam) ketika dia berada di dalam perut seekor ikan paus, la ilaha illa anta subhanaka innii kuntu minazzalimin (tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berbuat zalim). Sesungguhnya setiap Muslim yang berdoa dengan doa tersebut dalam suatu permasalahan maka pasti doanya akan dikabulkan."

Kisah di atas berasal dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dan Syekh Ahmad Syakir mengatakan sanadnya sahih.  Masya Allah, kisah yang berkesan sekali dan mengandung banyak pelajaran.

Di antaranya, pertama, salam merupakan salah satu sarana untuk mempererat persaudaraan di jalan Allah.Kedua, ketika terjadi salah paham, hendaknya segera diselesaikan dengan baik. Ketiga, hendaknya kita tidak menghukumi niat saudara kita dengan niat yang buruk.

Menghukumi niat amal diri sendiri saja tidak mudah, apalagi menghukumi niat orang lain. Keempat, sahabat radhiallahu anhum adalah manusia biasa yang bisa lupa atau khilaf. Utsman Radhiallahu Anhu setelah ingat bahwa beliau tidak menjawab salam Sa'ad maka beliau segera beristighfar dan bertaubat.

Kelima, kisah di atas mengajarkan kita untuk memiliki perhatian yang besar terhadap ilmu dan mengajarkan kebersihan hati. Dan keenam, hendaklah kita sibuk dengan hal yang menambah iman kita dan jangan sibuk usil mengurusi orang lain yang membuat kita terjerumus berbuat dosa seperti gibah, ujub, mengadu domba, atau lainnya.

Mengingat Allah itu obat, sedangkan mengingat manusia itu penyakit. Tanda kebangkrutan ketika kita sibuk usil dengan urusan orang lain.

Sibuk menyebutkan akhlak mulia dan sejarah kehidupan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabat serta orang-orang saleh merupakan keberuntungan. Sibuk memikirkan orang lain yang tersandung maksiat, lalu kita mengharapkan diri kita dan mereka bersama-sama agar mendapatkan hidayah Allah merupakan hal terpuji. Begitu pula memikirkan dan sibuk mengurusi orang yang dizalimi dan membela mereka merupakan sikap kepahlawanan.

Ya Allah, jauhkanlah kami dari pikiran-pikiran kotor, berilah taufik kepada kami agar apa yang kami pikirkan adalah sesuatu yang menambah iman, rasa cinta, dan rasa takut kepada-Mu. Ya Allah, jadikanlah kami sebagai orang-orang yang mendapatkan hidayah dan menjadi penyebab orang lain mendapatkan hidayah. Amin. n

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement