Senin 20 Feb 2017 16:32 WIB

Air Sejarah

Ilustrasi Air Menetes
Foto: Agung Suprianto/Republika
Ilustrasi Air Menetes

Oleh: Wisnu Tanggap Prabowo

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dengan air, segala yang bermanfaat dapat tumbuh dari tanah dengan izin Allah. Dengan air sejarah, ia dapat menyuburkan dan mengangkat limpahan harta tak ternilai yang terpendam di dalam tanah. Warisan para Rasul, para sahabat Muhajirin dan Anshar, para syuhada, serta ahli ilmu yang kini jasad mereka berada di dalam tanah, hanya dapat terangkat kembali melalui air sejarah.

Ilmu, ketulusan, semangat dan loyalitas mereka akan tumbuh ke tengah-tengah kita. Sehingga umat Islam dapat menikmati buah-buahan dan keteduhan pohon-pohon rindang dan rimbun di tengah-tengah umat.

Sejarah seperti pohon (syajarotun). Berawal dari bibit, ia tumbuh menjulang tinggi dalam suatu waktu, sehingga ia menjadi rimbun, rindang, dan menghasilkan buah-buahan dengan beragam warna dan rasa.

Ibnu Khaldun rahimahullah mengatakan, sejarah adalah ilmu tentang hikmah, berkaitan dengan telaah mengenai masyarakat beserta pemahaman karakter peristiwa-peristiwa yang mengitarinya.

Mempelajari sejarah tokoh-tokoh Islam adalah salah satu pintu amalan menuju surga. Sebab, Rasulullah pernah berkata kepada seorang badui tentang amalan apa yang ia persiapkan untuk menyongsong hari kiamat. Badui itu berkata, ia tidak memiliki shalat, saum, dan sedekah yang banyak. Ia hanya mencintai Allah dan Rasul-Nya. Seketika itu Nabi bersabda, "Anta ma'a man ahbabta, engkau bersama dengan siapa yang engkau cintai."

Membaca sirah Nabi SAW akan menumbuhkan kecintaan padanya. Kecintaan kepada Rasulullah SAW akan mendatangkan Kecintaan Allah. "Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu"(QS Ali'Imron: 31).

Membaca biografi empat khulafa'ur rasyidin membawa kita pada kecintaan terhadap mereka. Mencintai keempat khalifah yang sudah dijanjikan surga dari Allâh melalui lisan Rasul-Nya semakin mendekatkan kita untuk bersama dengan orang yang kita cintai di akhirat kelak.

Mencintai adalah ibadah hati yang agung, dan sebaik-baiknya mencintai adalah kepada Allâh  dan Rasulullah. Dalam sebuah hadis, Nabi bersabda, "Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih ia cintai dari kedua orang tuanya, anak-anaknya, dan manusia seluruhnya."

Mempelajari sejarah Islam beserta para tokohnya, yakni para Nabi dan Rasul, para sahabat Nabi, syuhada, dan para imam dan ulama umat, tidak saja merupakan aktivitas intelektual seorang Muslim di zaman fitnah ini, namun juga akan menumbuhkan rasa cinta terhadap mereka yang mencintai Allâh dan Allâh mencinta mereka.

Mencintai sesuatu membutuhkan makrifat tentang siapa dan apa yang kita cintai itu. Pintu makrifat para Nabi dan Rasul dan generasi yang meneladani mereka dengan baik dapat kita pelajari melalui sejarah, sirah, dan biografi mereka.

Ini adalah ibadah hati yang agung dan dapat membawa seseorang ke surga ketika amalan lahirnya tidaklah terlampau istimewa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement