Senin 23 Jan 2017 08:34 WIB

Yunan Nasution, Syahrir, HAMKA: Kisah dalam Penjara Era Sukarno

Orang-orang yang pernah dipenjara Sukarno. Dari kiri ke kanan: Mochtar Lubis, M Yunan Nasution, HJ Princen, K.H. Isa Anshary, E.Z. Muttaqien, dan (?) di penjara Jl Keagungan, Jakarta.
Foto:
Orang-orang yang pernah dipenjara Sukarno.

Tentu sama sekali tidak terpikir oleh HAMKA bahwa setahun kemudian diapun ditangkap dan ditahan oleh rezim Sukarno dengan tuduhan berdasarkan sesuatu fitnah. HAMKA ditahan selama hampir tiga tahun lamanya.

Riwayat Ibnu Taimiyah yang diceritakannya malam itu di RTM, ternyata dialaminya juga. HAMKA menjadi Ibnu Taimiyah Indonesia. Di penjara rezim Sukarno, HAMKA menulis karya monumentalnya: Tafsir Al-Azhar.
 Pada 22 Desember 1962, Yunan dipindahkan dari RTM ke penjara Madiun menyusul Sutan Sjahrir, Roem, Prawoto, dan lain-lain yang telah lebih dahulu dipindah ke Madiun. 
Dari Wisma Wilis di Madiun, Yunan dibawa lagi ke RTM, lalu dipindah ke Wisma Keagungan di Jalan Gajah Mada Jakarta.

Dari Wisma Keagungan itulah Sutan Sjahrir yang penyakitnya makin parah, dibawa ke Zurich untuk diobati. Pada 16 April 1966, pejuang kemerdekaan yang dipenjara oleh rezim Sukarno sejak 16 Januari 1962, meninggal dunia.

Mengenai wafatnya Sjahrir, Yunan menulis: "Tuhan telah memperlihatkan keadilan dan kerahiman-Nya dengan memanggil arwah almarhum pada hari kebangkitan Orde Baru, pada waktu kekuatan-kekuatan PKI telah dihancurkan, sehingga almarhum meninggal sebagai Pahlawan Nasional dan dimakamkan dengan upacara kenegaraan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, dihantarkan oleh ratusan ribu rakyat ke tempat peristirahatannya. Bayangkanlah apa yang akan terjadi andainya beliau meninggal dunia di zaman PKI masih berpengaruh dan menguasai pemerintahan dengan Orde Lamanya yang memandang pejuang sebagai 'kontra revolusioner'...."

Sekitar tiga pekan sesudah pemakaman Sjahrir, yakni pada Selasa 17 Mei 1966, Yunan bersama 14 tahanan politik lainnya, dibebaskan dari penjara. Mereka ialah: 1. Mohamad Roem, 2. Anak Agung Gde Agung, 3. Prawoto Mangkusasmito, 4. Mochtar Gozali, 5. K.H. Isa Anshary, 6. Imron Rosjadi, 7. Hasan Sastraatmadja, 8. Kiai Mukti, 9. E.Z. Muttaqien, 10. Mochtar Lubis, 11. J. Princen, 12. Sultan Hamid, 13. Subadio Sastrosatomo, 14. Sholeh Iskandar, dan 15. M. Yunan Nasution.
Pada bulan Juli 1966, dibebaskan pula: 1. Mohammad Natsir, 2. Sjafruddin Prawiranegara, 3. Burhanuddin Harahap, 4. Nawawi, 5. M. Simbolon, 6. Assaat, 7. Nun Pantow, 8. Ventje Sumual, dan 9. Rudolf Runturambi.

Pada 19 Mei 1967 barulah seluruh tahanan politik rezim Orde Lama itu mendapat pembebasan penuh, yaitu sesudah selama satu tahun berada dalam status tahanan kota.

Mengenai masa penahanan dari 16 Januari 1962 hingga 17 Mei 1966, Yunan mengingatkan bahwa meskipun rangkaian penangkapan tanpa dasar hukum itu memiliki hubungan dan kaitan dengan pertumbuhan sistem diktator di Indonesia yang sudah berkembang jauh, "Peristiwa itu hendaknya ditinjau dengan scoupe yang lebih luas dan tidak sewajarnya menimbulkan bekas perasaan dendam dan lain-lain yang serupa itu."

Hanya seorang negarawan berjiwa besar yang dapat bersikap seperti M Yunan Nasution: tidak menaruh dendam kepada penguasa yang menzaliminya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement