Senin 16 Jan 2017 10:49 WIB

Pesan Moral Shalat

Jamaah shalat Subuh berjamaah spirit 212 di Masjid Al Azhar, Jakarta Selatan, Ahad (15/1)
Foto: Amri Amrullah
Jamaah shalat Subuh berjamaah spirit 212 di Masjid Al Azhar, Jakarta Selatan, Ahad (15/1)

Oleh: Ahmad Agus Fitriawan

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Shalat sebagai tiang agama, penyangga bangunan megah lagi perkasa. Ia sebagai cahaya terang ke yakinan, obat pelipur ragam penyakit di dalam dada dan pengendali segala problem yang membelenggu langkah-langkah kehidupan manusia. Oleh karena itu, shalat dapat mencegah perilaku keji dan mungkar (QS al-Ankabut 19:45).

Ibadah shalat yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam adalah bangunan megah indah yang memiliki sejuta ruang yang menampung semua inspirasi dan aspirasi serta ekspresi positif seseorang untuk berperilaku baik, karena perbuatan dan perkataan yang terkandung dalam shalat banyak mengandung hikmah, yang di antaranya menuntut kepada Mushalli untuk meninggalkan perbuatan keji dan mungkar.

Sayangnya shalat sering dipandang hanya dalam bentuk formal ritual, mulai dari takbir, rukuk, sujud, hingga salam. Sebuah kombinasi gerakan fisik yang terkait dengan tatanan fikih, tanpa ada kemauan yang mendalam atau keinginan untuk memahami hakikat yang terkandung di dalam simbol-simbol shalat.

Berikut ini adalah pesan moral yang terkandung dalam proses menjalankan ibadah shalat. Pertama, latihan kedisiplinan. Waktu pelaksanaan shalat sudah ditentukan sehingga kita tidak boleh seenaknya mengganti, memajukan ataupun mengundurkan waktu pelaksanaannya, yang akan mengakibatkan batalnya shalat kita. Hal ini melatih kita untuk berdisiplin dan sekaligus menghargai waktu.

Kedua, latihan kebersihan, sebelum shalat, seseorang disyaratkan untuk menyucikan dirinya terlebih dahulu, yaitu dengan berwudhu atau bertayamum.

Hal ini mengandung pengertian bahwa shalat hanya boleh dikerjakan oleh orang yang suci dari segala bentuk najis dan kotoran, sehingga kita diharapkan selalu berlaku bersih dan suci. Kebersihan yang dituntut bukanlah secara fisik semata, tetapi meliputi aspek nonfisik. Orang yang terbiasa melakukan shalat akan bersih secara lahir ataupun batin.

Ketiga, latihan konsentrasi. Shalat melibatkan aktivitas lisan, badan, dan pikiran secara bersamaan dalam rangka menghadap Ilahi. Ketika lisan mengucapkan Allahu Akbar, secara serentak tangan diangkat ke atas sebagai lambang memuliakan dan membesarkan, bersamaan dengan itu pula di dalam pikiran diniatkan akan shalat.

Keempat, latihan sugesti kebaikan. Bacaan-bacaan di dalam shalat adalah kata-kata baik yang banyak mengandung pujian sekaligus doa kepada Allah. Memuji Allah artinya mengakui kelemahan kita sebagai manusia, sehingga melatih kita untuk senantiasa menjadi orang yang rendah hati dan tidak sombong.

Kelima, latihan kebersamaan. Dalam mengerjakan shalat sangat disarankan untuk melakukannya secara berjamaah. Shalat jamaah lebih utama 27 kali dibandingkan shalat sendiri (HR Bukhari dan Muslim). Dari sisi psikologis, shalat berjamaah memberikan aspek terapi yang bersifat preventif ataupun kuratif. Seseorang dapat menghin darkan diri dari gangguan kejiwaan.

Shalat bukan sekadar ritual formal, melainkan ada muatan aktual, yaitu bukti nyata yang dirasakan. Alangkah naifnya seseorang yang shalat, tetapi bibirnya penuh ucapan kebohongan. Alangkah tak berharganya makna shalat apabila tidak memberikan imbas untuk menjadi manusia yang bermanfaat dan menjauhi yang mungkar.

Inilah yang dimaksudkan dengan shalat kafah. Muatan moral yang dipresentasikan oleh shalat membekas di kalbu dan membentuk kecerdasan rohani yang sangat tajam yang kemudian melahirkan amal saleh, mencegah dirinya dari perbuatan keji dan mungkar. Wallahu a'lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement