Sabtu 12 Nov 2016 05:10 WIB

Kebeningan Hati

Ustaz KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym).
Foto: salingsapa.com
Ustaz KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Nawawi

Dalam satu bait syairnya, Jalaludin Rumi berkata, "Tinggikan kata-katamu, bukan suaramu. Hujanlah yang tumbuhkan bebungaan, bukan halilintar." Ungkapan puitis di atas seolah dipermudah untuk dipahami oleh Aa Gym dalam bukunya Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qalbu. Bahwa, mulut manusia bak teko yang mengeluarkan isinya.

Jika berisi kopi, keluar kopi, tapi jika isinya air yang bening, pasti akan keluar air yang bening. Yang berisi kopi, air bening atau selainnya itu tidak lain adalah hati. Oleh karena itu menjaga kebeningan hati adalah suatu keniscayaan, agar semua yang diucapkan dan dilakukan benar-benar bermanfaat.

Dengan kata lain, kebaikan itu tidak bersumber dari kerasnya suara, tetapi kuatnya hati yang tetap terjaga kebeningannya. Sekalipun kala bicara, nadanya biasa, kalimatnya sederhana. Mengenai hati ini, Fakhruddin Ar-Razi dalam bukunya Aja'ibul Quran memberikan suatu penjelasan, mengapa Allah mengibaratkan hati dengan bintang bukan matahari.

 

Di antara jawabannya adalah karena bintang merupakan hiasan bagi langit dan hati pun hiasan bagi manusia. Demikianlah manusia, mereka yang hatinya bening akan indah tutur kata dan amal perbuatannya, inilah sebaik-baik hiasan bagi manusia.

Dari sini dapat dipahami dengan terang benderang, mengapa Allah mendidik umat Islam tentang sebuah doa yang titik tekannya adalah bagaimana yang ada bersama kita bisa menjadi penyenang hati.

"Ya Tuhan kami, anuegrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." (QS Furqan [25]: 74).

Terhadap makna ayat tersebut, Ibn Katsir dalam tafsirnya mengutip pendapat Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, "Yaitu mereka meminta kepada Allah untuk istri dan keturunan mereka agar diberi hidayah kepada Islam."

Dengan demikian perkara kebeningan hati adalah perkara utama. Sebab hanya dengan kebeningan hati itulah hidayah bisa meresap ke dalam jiwa, sehingga hati terus memantulkannya lewat tutur kata dan tindakan yang indah dan menggetarkan. Dan, terkait kebeningan hati ini Allah telah jelaskan ciri-cirinya dengan sangat jelas.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka.” (QS al-Anfal [8]: 2). Kemudian Allah kembali mengingatkan, “Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS ar-Ra’du [13]: 28).

Dengan demikian, siapa yang menghendaki kebeningan hati hendaklah mengkaji kebaikan dan memelihara diri dari keburukan, seperti iri-dengki, suka marah, gila hormat dan sombong sekalipun memiliki kedudukan tinggi di tengah-tengah masyarakat, baik ilmu, pangkat, pengaruh maupun kekayaan.

Imam Syafi’i rahimahullahu pernah berkata, “Duhai, aku berangan-angan andai saja ilmu yang kuajarkan ini dapat tersebar di tengah manusia tanpa perlu namaku disebut-sebut oleh mereka." Demikianlah salah satu bukti kebeningan hati, yang kita patut meneladaninya dalam segala sisi kehidupan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement