Senin 29 Aug 2016 11:55 WIB

Menyalahkan Pemimpin

Pemimpin Sejati/Ilustrasi
Foto: karirsukses.com
Pemimpin Sejati/Ilustrasi

Oleh: Ina Salma Febriany

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Sebagai makhluk sosial yang tak kuasa hidup seorang diri, kita pasti membutuhkan orang lain. Keberadaan orang-orang di sekitar kita (keluarga), akan lebih terarah dan bermakna jika ada yang mau dan mampu memimpin, juga anggota yang ikhlas dipimpin.

Allah Swt menempatkan dan mengaskan seorang suami untuk menjadi pemimpin dalam rumah tangga, karena Allah menganugerahi satu derajat lebih mulia dari perempuan berupa kekuatan fisik dan “amanah” memberi nafkah untuk isteri dan anaknya.

Begitu pun dalam hidup bermasyarakat, kita pasti membutuhkan figur seorang pemimpin. Ketika sudah memiliki seorang pemimpin, mustahil bahwa tidak akan terjadi permasalahan. Baik permasalahan bencana alam; banjir, longsor, ataupun musibah kebakaran, tanggul jebol dan lain sebagainya.

Lantas, bagaimana sikap kita sebagai umat Muslim dalam menyikapi musibah tersebut? Apakah pantas menghujat dan menuding seorang pemimpin sebagai penyebab terjadinya sebuah cobaan?

Dalam banyak ayat Alquran, Allah tidak menganjurkan kepada kita untuk menghujat pemimpin, sekalipun ia berbeda keyakinan dengan rakyatnya. Alquran sebagai pedoman hidup yang berasal dari Zat Yang Maha Hidup hanya mengisyaratkan hamba-hambanya untuk bersedia menaati pemimpin.

Ketika memang pada masa kepemimpinannya terjadi bencana, maka Alquran tidak memberikan tuntunan untuk menghina dan menuding sang pemimpin. Namun sebaliknya, Alquran menganjurkan agar kita bermuhasabah diri, bisa jadi musibah itu akibat ulah tangan manusia itu sendiri.

 “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat dari ulah tangan manusia..,” (Qs Ar-Rum ayat 41)

Rasululah Saw menganjurkan bahwa menasehati pemimpin dengan nasehat yang baik dan cara yang bijak adalah ibadah yang sangat mulia. Bahkan ketika Nabi ditanya jihad apa yang paling utama? Beliau menjawab: “Kalimat kebenaran di sisi pemimpin yang dzalim“. (HR. Nasai, Ibnu Majah dan dishahihkan al Albani dalam Ash Shahihah: 491).

Sesuai tuntunan hadits tersebut, maka tidak etis jika kita menjelek-jelekkan, menyudutkan, mengumbar, menghujat para pemimpin kita ketika negara sedang dilanda musibah. Terlebih menjelek-jelekkannya di media sosial -- sebab secara tidak langsung memancing emosi pembaca lain untuk turut pula menghina pemimpin tersebut--. 

Karenanya, tuntunan yang diajarkan oleh Allah kepada Nabi Musa as dan Harun as patut menjadi pijakan kita bersama bagaimana cara menghadapi pemimpin kafir dan zalim. Bukankah Allah memerintahkan Nabi Musa dan Harun untuk mendatangi Firaun secara langsung dan menasehatinya dengan lembut? Kisah ini tertera dalam QS. Thoha: 43-44

Adapun jika pemimpin tersebut masih sulit menjaga lisan dan kurang memerhatikan apa yang ia ucapkan atau bahkan “menentang” Tuhan, doakanlah kebaikan untuknya, sebab Allah-lah, benar- benar hanya Allah yang akan memberikan hidayah dan ampunan-Nya. Mari sama-sama belajar menjadi muslim yang baik, yang taat dan sayang kepada pemimpin/ Wallahu a’lam

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement