Selasa 17 May 2016 16:38 WIB

Lapar dan Takut

Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya untuk sering-sering merasakan lapar dan dahaga karena dapat mengetuk pintu surga.
Foto: Solangelage.bs.com
Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya untuk sering-sering merasakan lapar dan dahaga karena dapat mengetuk pintu surga.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Supriyadi

Sudah menjadi suatu kewajaran bahwa manusia itu bisa merasa lapar lantaran perut kosong. Selain itu, menjadi kewajaran pula bahwa di dalam diri manusia itu terkandung sifat takut.

Lapar dan takut merupakan bawaan yang menjadi kekhasan makhluk hidup. Lapar akan hilang ketika kita telah mengisi perut kita dengan makanan.

Lantas, dari mana makanan itu bisa kita dapat sehingga kita bisa memakannya dan terhindar dari kelaparan? Tentu saja kita harus berusaha untuk mendapatkannya.

 

Usaha untuk mendapat makanan adalah dengan bekerja yang produktif. Apapun bentuk pekerjaannya, jika pekerjaan itu menghasilkan maka kita akan membelanjakan hasil kerja tersebut untuk mendapatkan makanan.

Sementara itu, bagaimana jika kita takut? Takut adalah pekerjaan hati. Ia tidak terlihat secara kasat mata tetapi bisa dirasakan begitu ia datang menghampiri kita. Entah ketakutan tersebut ditujukan kepada apa atau siapa, yang pasti ketakutan itu benar-benar membuat kita tidak nyaman.

Oleh karenanya, kita hendaknya mengelola takut tersebut hanya ditujukan kepada Allah SWT. Takut kepada Allah SWT juga harus dibumbui dengan cinta kepada-Nya. Allah SWT memberikan kita tuntunan untuk menghilangkan lapar dan mengamankan kita dari ketakutan.

Tuntunan tersebut termaktub dalam firman-Nya, surah Quraisy ayat 1 sampai 4, "Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah), yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan."

Dalam surah Quraisy tersebut Allah mengisahkan kebiasaan orang-orang Quraisy. Mereka senantiasa bepergian di musim dingin dan panas.

Mereka bepergian bukan tanpa maksud, melainkan karena berniaga. Dari hasil perniagaan tersebut, mereka memperoleh rezeki. Mereka berniaga ke Syam pada musim panas dan ke Yaman pada musim dingin.

Dari hal ini, kita bisa merenungkan bahwa mereka bekerja (berniaga atau bernisnis) dengan gigih meskipun musim senantiasa berganti. Mereka justru membaca alam (musim) untuk kelancaran perniagaan yang mereka lakukan.

Walhasil, mereka mendapatkan banyak rezeki dari perniagan tersebut. Rezeki itu pun menghilangkan mereka dari rasa lapar.

Dalam bepergian untuk berniaga tersebut, mereka mendapatkan jaminan rasa aman dari penguasa Syam dan Yaman. Mereka mendapatkan kenikmatan berupa rasa aman.

Dalam arti lain, mereka tidak usah takut akan keselamatan mereka di perjalanan ketika berniaga. Karena rasa aman tersebut, Allah pun menganjurkan kepada mereka agar senantiasa menyembah-Nya.

Karena hanya Allah SWT sajalah mereka mendapatkan kenikmatan tersebut. Dengan begitu, menyembah Allah SWT adalah bentuk dari rasa syukur atas nikmat yang mereka peroleh. Dari surah Quraisy tersebut, kita bisa mengambil pelajaran, bahwa kita bisa meniru orang-orang Quraisy.

Mereka senantiasa giat dalam bekerja meskipun musim terus berganti. Hendaknya kita juga giat bekerja untuk mencari rezeki sehingga kita tidak kelaparan. Namun demikian, kita juga tidak boleh melalaikan Allah SWT, Dzat yang telah memberikan berbagai kenikmatan.

Itulah yang bisa membuat kita merasa aman ketika kita takut. Seyogianya, mengingat Allah SWT dengan bertauhid adalah sumber dari keberanian dan penghilang rasa takut akan kehidupan dunia ini.

Surah Quraisy telah memberikan pelajaran untuk menghindari lapar dan mengamankan diri dari ketakutan. Semoga kita bisa mengamalkan semangat Quraisy ini. Wallahu a’lam. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement