Kamis 08 Oct 2015 21:38 WIB

Menjaga Amanah-Nya

Kabut asap pekat di Desa Kemingking Luar, Taman Rajo, Muarojambi, Jambi, Selasa (6/10).
Foto: Antara
Kabut asap pekat di Desa Kemingking Luar, Taman Rajo, Muarojambi, Jambi, Selasa (6/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hampir dua bulan sudah darurat sipil kabut asap menimpa beberapa pulau di Indonesia; Riau, Jambi, Palembang dan Palangkaraya dan lainnya. Satu persatu korban berjatuhan karena kesulitan bernafas, baik tua- muda, lelaki perempuan, balita, bahkan bayi. Tidak ada pilihan lain selain bertahan di kediaman mereka masing-masing karena mengungsi pun kondisinya akan tetap sama.

Bantuan dari negara lain pun berdatangan, tapi pengambil keputusan negeri ini masih enggan menerimanya dengan keyakinan kuat bahwa ia dan jajarannya mampu mengatasi masalah ini dengan baik. Sementara kita di Jakarta?

Syukur Alhamdulillah, hujan sudah mulai turun di beberapa titik ibukota meski belum merata. Hujan, mungkin adalah salah satunya jawaban—selain sebagai rahmat Tuhan—hujan dapat menghentikan kabut asap yang menghalangi jarak pandang dan membuat sesak nafas berkepanjangan. Tak perlu diragukan, hujan pasti akan Dia turunkan. Namun, ada baiknya bahwa musibah yang menimpa banyak penduduk Riau dan sekitarnya ialah koreksi keras dari-Nya; wahai siapapun ia yang lalai dalam melestarikan alam semesta pemberian-Nya.

 “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).” (Q.S. Ar Rum (30) : 41)

Kerusakan telah nampak dalam dua tempat, demikian Allah melukiskan dalam firmanNya yang sungguh mengena dalam sanubari kita. Darat dan laut adalah sasaran empuk manusia-manusia lalai yang gemar merusak alam yang sudah ‘difasilitasi-Nya’ dengan cuma-cuma.

Malahan, sebagian besar mereka justru asyik masyuk membuat kerusakan dan pencemaran tanpa berpikir panjang; bagaimana dampak yang akan ditimbulkan dari peristiwa tersebut? Sebelum kita menginjak tema tentang kerusakan, mari kita tengok maksud ayat 41 surah ar-Ruum di atas.

Qotadah dan As-Suddiy mengatakan: “Yang dimaksud kerusakan adalah Syirik, dan itu merupakan kerusakan yang paling besar” sedangkan Ibnu Abbas, ‘Ikrimah dan Mujahid mengatakan: “yang di maksud kerusakan di daratan yaitu seseorang membunuh saudaranya (saling membunuh diantara mereka), sedangkan kerusakan yang berada di lautan adalah  mereka yang membawa kapal-kapal (mencari hasil laut) dengan paksa”.

Ada yang mengatakan kerusakan di sini adalah kekeringan dan sedikitnya tumbuh-tumbuhan dan kurangnya keberkahan. Ibnu Abbas mengatakan: “kurangnya keberkahan dikarenakan perbuatan manusia agar mereka bertaubat” Ath-Thobari mengatakan: “sudah nampak kemaksiatan-kemaksiatan kepada Allah dimana-mana di darat maupun di laut. Dari sekian banyak definisi para mufassir, kabut asap akibat kerusakan darat di muka bumi adalah salah satu bentuk ‘kemaksiatan’ manusia kepada Allah.

 “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan. Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerh yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya subur dengan izin Tuhan; dan tanah yang buruk, tanaman-tanamannya yang tumbuh merana. Demikianlah kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kebesaran Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.”(Q.S. Al-A’raf (7) : 56-58)

Surah al-araf ayat 56 sampai 58 ini sangat terkait dengan tema yang Allah buka dengan kalimat larangan ‘jangan’. Kalimat nahyu ini mengindikasikan bahwa penegasan sudah berlaku agar tidak merusak alam. Ini terkait setelah musibah asap ini merenggut banyak nyawa. Selanjutnya. Allah menyuruh kita untuk berdoa dengan dua adab yang dituntunNya yakni dengan perasaan takut dan penuh harap; yang berarti kita (yang tidak terkena cobaan asap) ini, jika kurang bisa memebantu secara moril dan materil, ikhlas membantu doa untuk para korban yang masih hidup atau syahid karena musibah asap. Terakhir dari ayat ini, Allah kemudian memberikan rahmatNya berupa turun hujan dan kemudian; seizinNya musibah asap ini segera berakhir.

Tentu saja, dengan berakhirnya badai asap ini nanti, harus ada oknum yang bertanggungjawab atas musibah ini. Sebab, jika ditelusuri penyebabnya, musibah ini cecnderung menunjuk kepada kelalaian dan ketamakan manusia; bukan karena takdir Allah semata. Benar bahwa segala yang terjadi adalah seizin Allah, namun, musibah yang sifatnya ulah tangan manusia, akan berbeda urusannya. Kita tidak boleh menyalahkan Allah atas takdir ini. Justeru, kita yang harus mampu mengukir takdir menjadi lebih baik; dengan bekerjasama dan mengajak seluruh lapisan masyarakat turut peduli dan lebih menjaga alam dan apa saja yang telah dianugerahkanNya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement