Rabu 23 Sep 2015 09:03 WIB

Habluminallah dan Habluminannas, Kunci Sukses Sebuah Usaha

Dede Suparman, pemilik Bengkel UKI
Foto: Muhammad Hafil/Republika
Dede Suparman, pemilik Bengkel UKI

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Hafil/Wartawan Republika

Pengalaman masa lalu yang kelam tak membuat Dede Suparman (57 tahun) terpuruk. Pernah terjerumus narkoba selama belasan tahun dan mengalami kebangkrutan dalam usaha menjadi pelajaran hidup baginya.

Saat duduk di kelas satu SMA pada 1973, pergaulan Dede tak terkendali. Dia bergaul dengan teman-teman yang mengonsumsi ganja dan obat-obatan terlarang (narkoba). Dede kemudian menjadi pecandu yang menyebabkan sekolahnya berantakan. Pada 1974, Dede dikeluarkan oleh pihak SMA 1 Cianjur.

Orang tuanya yang tergolong mampu kemudian memberikan jalan bagi Dede agar keluar dari lingkungan narkoba. Dia diberikan usaha peternakan ayam telur untuk dikelola. Dede mulai bertanggung jawab terhadap usaha yang diberikan oleh orang tuanya itu. Bahkan, dia bisa membentuk sebuah keluarga dengan bersandar pada usaha peternakannya tersebut.

Namun, pengaruh narkoba yang dia kenal sejak SMA terlalu besar. Dede tak bisa melepaskan diri dari ketergantungannya atas barang haram tersebut. Usaha peternakan telur yang dia kelola jalan di tempat. Ini akibat keuntungan usaha digunakan untuk membeli narkoba. Bahkan, gaji untuk para pekerja juga terkadang dia salah gunakan untuk membeli narkoba.

Pada 1989, Dede dibawa oleh keluarga ke Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Fatmawati, Jakarta Selatan. Dia direhabilitasi selama satu tahun. Dede kemudian berhasil menyembuhkan diri dari ketergantungan narkoba.

Dia pun kembali ke Cianjur untuk melanjutkan usahanya. Akan tetapi, dia kaget karena usaha peternakan ayam telurnya bangkrut. "Saya sangat kaget saat itu. Di saat saya sembuh, tapi usaha saya malah bangkrut," ujar Dede mengenang kepada Republika beberapa waktu lalu.

Dede kemudian berjualan di Pasar Cianjur. Dia membuka toko klontong yang menjual kebutuhan sehari-hari. Namun, itu pun hanya bertahan selama satu tahun karena tak menguntungkan.

Dede kemudian sering berdiam diri di depan rumahnya, di Jalan DR Muwardi 153, Cianjur. Dia merenung, usaha apa lagi yang akan dia geluti. Dede melihat banyak mobil yang lalu-lalang di jalanan. Dari tepi jalan itulah, dia menemukan ide. "Dari situ saya mendapat gagasan, ini kalau buka bengkel pasti laku," kata Dede.

Dede memulainya pada 1991 dengan membeli satu drum oli. Dia juga membeli etalasenya. Modal yang dia keluarkan waktu itu sebesar Rp 1,9 juta. Pada awalnya, bengkel Dede hanya melayani ganti oli, tidak ada pelayanan servis untuk mobil.

Pada 1996, di Cianjur sedang ramai berkembang informasi bahwa PT Astra International Tbk akan membina bengkel-bengkel yang ada di sana. Dede sama sekali tidak tertarik dengan informasi itu.

Hingga akhirnya, kakaknya menegur dan menyarankan kepada Dede untuk mendatangi kantor Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA), salah satu yayasan milik PT Astra International Tbk untuk meminta pembinaan.

"Nah, pada 1997 saya datang ke kantor Astra yang di Jakarta dengan mengantongi rekomendasi dari Dinas Perindustrian Kota Cianjur. Alhamdulillah, Astra mau membina bengkel saya," kata Dede.

Pada 1998, YDBA membuka angkatan pertama untuk kelas pelatihan manajemen bengkel. Ada 20 orang pemilik bengkel yang didatangkan ke Jakarta untuk mendapat pelatihan. 

Selain mendapat pelatihan manajemen bengkel, Dede juga mendapat ilmu lainnya, seperti mekanik. Melalui YDBA, Dede bersama dengan 19 teman lainnya bisa mempelajari perbengkelan mobil-mobil yang penjualannya di bawah Astra, seperti Isuzu, Toyota, dan Daihatsu.

Selepas pelatihan, YDBA memberikan lisensi kepada Dede untuk membuat bengkel resmi Daihatsu. Kemdian, mulailah dia meningkatkan usaha perbengkelan mobilnya.

Pihak PT Astra International Tbk, melalui YDBA, tidak melepas Dede setelah dia mendapatkan lisensi untuk membuat bengkel resmi. Namun, Dede dan bengkelnya terus mendapat pembinaan.  Selain didorong oleh pembinaan teknis oleh YDBA tentang perbengkelan, Dede juga mendapat bantuan pinjaman dari PT Astra Mitra Ventura (AMV). Modal inilah yang akhirnya membawa Dede berhasil melebarkan usahanya.

Putus asa

Meski sudah meningkat, tetapi ternyata perjalanan usaha bengkel Dede jalan di tempat. Masih banyak kekurangan di sana-sini. Di antaranya, layout perbengkelan yang belum tertata dan  bangunan bengkel yang masih kurang layak. Hal tersebut berpengaruh pada omzet usahanya. Di mana, pelanggan masih belum banyak yang mau datang ke bengkel Dede.

Padahal, pihak YDBA terus membantu Dede untuk mendorong pengembangan usahanya. Oleh YDBA, Dede terus diberikan pelatihan dan saran-saran membangun usaha lainnya, tetapi itu pun tak membuahkan hasil.

Dede pun kemudian mendapat cibiran dari banyak orang. Tidak hanya orang luar, tetapi juga dari kalangan internalnya sendiri, yakni para pegawainya. Pada umumnya, mereka menyatakan bahwa Dede dimanfaatkan oleh pihak PT Astra Internastional Tbk sebagai sarana promosi semata.

"Di saat saya lagi galau karena usaha tidak maju-maju, saya juga mendapat tekanan dari komentar-komentar miring seperti itu. Saya nyaris putus asa dan pada waktu itu ingin menjual bengkel saya," kata Dede.

Kemudian, datanglah perwakilan YDBA, Mohammad Iqbal, yang menangani pembinaan bengkel Dede. Sekarang, Mohammad Iqbal merupakan general manager YDBA.

Menurut Dede, pada waktu itu Iqbal juga heran dengan usaha Dede yang tak kunjung maju. Padahal, menurut dia, YDBA sudah banyak membantu berbagai cara untuk pengembangan bisnis Dede. "Dede, kamu jangan menyerah. Kamu harus yakin bisa mengatasi persoalan ini," kata Dede menirukan nasihat Iqbal waktu itu.

Dede melihat Iqbal tak menyerah mendorong dia untuk maju. Setelah diberikan berbagai pelatihan dan pinjaman modal oleh PT Astra International Tbk, Iqbal kemudian menasihati Dede.

"Dede, ini YDBA sudah banyak membantu kamu. Tetapi, kenapa kamu masih seperti ini. Sekarang saya tanya ke kamu, apakah kamu sudah shalat, mendekatkan diri dengan Tuhan, dan apakah kamu sudah benar-benar bertobat atas masa lalu kamu yang pernah menjadi pecandu narkoba. Coba kamu tingkatkan amal ibadah kamu dan kamu perbanyak shalat Tahajud," kata Dede menirukan nasihat Iqbal.

Ternyata, saran Iqbal itulah yang membuat Dede berubah. Dia menyadari bahwa pada waktu itu meski sudah lepas dari ketergantungan narkoba, dia masih belum dekat kepada Tuhan. Dia masih belum menjalankan kewajiban shalat lima waktu. Dede pun mulai menjalankan nasihat Mohammad Iqbal tersebut.

"Alhamdulillah, setelah saya benar-benar bertobat, kemudian shalat lima waktu dan memulai shalat Tahajud, mulailah terbuka rezeki saya lebar-lebar," kata Dede.

Menurut Dede, saran Mohammad Iqbal itulah yang menambah kekuatan mentalnya. Pihak YDBA melalui Iqbal benar-benar ikhlas mendorongnya untuk maju dan berubah jadi lebih baik. "Ini kan pembinaan di luar nalar Astra terhadap UKM (Usaha Kecil dan Menengah). Biasanya saya hanya dibina secara teknis, seperti manajemen pengelolaan usaha atau mekanik. Tetapi, Astra juga mengajarkan saya bahwa ada campur tangan Tuhan dalam sebuah keberhasilan," ujar Dede.

Sekarang, Dede telah menuai hasil dari pembinaan teknis maupun mental dari PT Astra International Tbk melalui YDBA. Bengkelnya yang bernama resmi Bengkel UKI Daihatsu Cianjur telah jauh berkembang. Omzetnya mencapai Rp 160 juta per bulan dengan karyawan sebanyak 12 orang.

Selain itu, karena usahanya semakin maju, PT Astra International Tbk memercayakan kepada Dede untuk menambah usahanya. Yakni, dengan membukakan bengkel resmi khusus sepeda motor Honda. Saat ini, bengkel tersebut dikelola oleh istrinya.

Hingga sekarang, Dede masih terus berhubungan dengan YDBA. Dan, YDBA masih terus menantang Dede untuk lebih maju lagi. Target dia ke depan adalah mengembangkan usahanya dalam bidang manufaktur. Selain itu, dia juga berencana mengembangkan bengkelnya dengan menyediakan layanan auto body repair.  

Mental dasar

General Manager YDBA Muhammad Iqbal membenarkan cerita Dede tersebut. Dia membina Dede dengan pendekatan kerohanian karena pesan dari pendiri PT Astra International Tbk William Soeryadjaya yang menginginkan perusahaannya seperti pohon rindang. Di mana, orang-orang di sekitar pohon, dalam hal ini perusahaan, bisa bernaung di bawahnya, baik dalam keadaan panas terik maupun hujan.

“Nah, pada saat itu kondisi bengkel Dede yang sedang kita bina kondisinya sedang panas atau tidak maju. Tapi, kita tetap menaungi Dede,” kata Iqbal kepada Republika, Jumat (18/9).

Apalagi, filosofi YDBA, yakni berikan kail bukan ikan, yang berarti YDBA memang tidak memberikan bantuan berupa uang, tetapi memberikan cara atau ilmu agar Dede atau pihak yang dibina Astra bisa menggunakan potensi yang dimilikinya. “Kalau diberikan ikan pasti habis, tapi kalau diberikan kail, dia bisa memanfaatkan dan mengembangkannya untuk mencari ikan,” kata Iqbal.

Karena itulah, YDBA menerjemahkan pesan dari pendiri Astra tersebut adalah dengan mengembangkan sumber daya manusia (SDM) dari pihak yang dibina YDBA. Yakni, dengan mengembangkan kompetensi dari pihak yang bersangkutan.

“Karena itu, untuk kasus Pak Dede inilah, kita bukan hanya membina keterampilannya, tetapi juga karakternya. Kalau masalah karakter ini berarti ada hubungan habluminallah atau hubungan antara manusia dan tuhannya,” kata Iqbal.

Tidak hanya mengingatkan hubungan antara manusia dan tuhan, dalam kasus Dede ini, YDBA juga mengingatkan hubungan Dede dengan sesama manusia (habluminannas). Yakni, Dede tidak hanya diingatkan soal ibadah dengan Tuhan, tetapi juga ibadah sosial, seperti melakukan zakat dan infak.

Menurut cerita Iqbal, pada waktu itu Dede sempat ragu bahwa keuntungan bengkelnya tidak besar sehingga membuatnya enggan untuk berzakat dan berinfak. Akan tetapi, oleh Iqbal diingatkan bahwa keuntungan adalah nomor sekian, yang terpenting adalah apa yang dipunya Dede sedikit banyaknya ada yang disumbangkan untuk warga sekitar.

Masukan-masukan seperti itu bukan hanya saran pribadi Iqbal terhadap pengelola UKM yang dibina YDBA, melainkan YDBA juga memberikan materi basic mentality atau penanaman mentalitas dasar.“Nah, basic mentality ala Astra itu mengajarkan semangat berbagi, memuliakan pelanggan, dan kerja sama. Hal-hal seperti itu lebih dari sekadar pemberian bantuan berupa uang,” kata Iqbal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement