Senin 31 Aug 2015 13:49 WIB

Kesalehan Ekologi Ibadah Haji

Haji
Foto: AP/Hassan Ammar
Haji

Oleh: Muhbib Abdul Wahab

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Haji merupakan salah satu ibadah yang mengajarkan pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan. Salah satu larangan dalam ibadah haji adalah mencabut atau memotong tanaman dan berburu. Larangan ini agar jamaah haji memiliki kesalehan ekologi dan selalu berwawasan lingkungan.

Manusia cenderung melakukan eksploitasi dan merusak lingkungan hidup daripada menanam dan menjaga kelestariannya. Karena itu, kecerdasan lingkungan bangsa kita idealnya semakin tinggi karena jumlah jamaah haji dan "lulusan Tanah Suci" setiap tahun terus meningkat. Sepulang haji, para hujjaj diharapkan menjadi pelopor pendidikan lingkungan, penegak pola hidup bersih, penggerak penghijauan, pelestari lingkungan, dan sebagainya.

Dengan berlatih hemat air di Tanah Suci yang gersang dan panas, jamaah haji semestinya memiliki kesadaran lingkungan agar memedulikan saluran air, tidak membuang sampah sembarangan, kelancaran drainase, sekaligus berkomitmen menghijaukan pekarangan rumah, dan sekitarnya. Pendidikan ekologi yang digerakkan oleh lulusan Tanah Suci pasti akan semakin efektif jika dibarengi refleksi dan spirit mengambil hikmah dari banjir bandang, rob, tanah longsor, tsunami, musim kemarau panjang, dan sebagainya.

Dengan belajar dari penghijauan di padang Arafah, jamaah haji juga berkomitmen mengampanyekan penanaman pohon atau gerakan reboisasi. Nabi SAW pernah melarang umatnya menebang pohon, lebih-lebih pohon itu berfungsi sebagai tempat berteduh manusia atau hewan. (HR Abu Dawud).

Islam juga memerintahkan kita untuk memanfaatkan lahan produktif untuk bercocok tanam, bertani, dan peningkatan produksi bahan pangan. Karena itu, kita dilarang menelantarkan lahan produktif agar berfungsi optimal dalam memberi nilai manfaat bagi umat manusia. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Karena itu, menanam pohon, tumbuh-tumbuhan, tanaman buah, dan sebagainya yang memberi nilai manfaat sangatlah penting bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk lain. Bahkan, jika tanaman itu dimakan burung, binatang, atau manusia, buah tanaman yang dimakan itu dinilai sebagai sedekah. Dengan memanfaatkan lahan produktif, kelestarian lingkungan menjadi terjaga sekaligus memberi nilai tambah bagi ketahanan pangan dan keseimbangan ekosistem.

Ibadah haji juga mengajarkan prinsip hidup penuh keberkahan, kasih sayang, dan ampunan dari Allah SWT. Prinsip sosial ini sangat penting dimanifestasikan dalam pemeliharaan lingkungan. "Ada golongan hamba yang pahalanya terus mengalir, sementara ia telah berada dalam kubur setelah kematiannya, yaitu orang mengajarkan ilmu, mengalirkan sungai, menggali sumur, menanam pohon, membangun masjid, mewariskan mushaf, dan/atau meninggalkan anak yang selalu memintakan ampun orang tuanya setelah kematiannya." (HR al-Baihaqi, Ibnu Abi Dawud, al-Bazzar, dan ad-Dailami).

Ketika hendak pergi ke medan perang, Nabi SAW selalu berpesan kepada pasukannya untuk tidak membuang kotoran (sampah) di tempat aliran sungai, tidak menebang pohon tanpa alasan, dan tidak buang air kecil atau air besar di bawah pohon yang biasa dilewati atau digunakan manusia berteduh. Etika Islam dalam perang ini paralel dengan etika tamu Allah yang berhaji di Tanah Suci.

Jadi, pendidikan ekologi merupakan bagian integral dari ritualitas ibadah haji yang sudah semestinya mendapat perhatian serius dari semua jamaah haji. Esensi pendidikan ekologi yang dipesankan adalah menjaga, melestarikan, mengelola, memperbaiki, dan mendayagunakan lingkungan seoptimal mungkin untuk kesejahteraan hidup manusia, harmoni terhadap alam raya, sekaligus memberikan kenyamanan dalam beribadah dan mewujudkan masa depan yang lebih baik. Dengan demikian, salah satu indikator kemabruran haji adalah seberapa besar alumni Tanah Suci peduli terhadap pendidikan ekologi demi kemaslahatan umat manusia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement