Kamis 25 Jun 2015 06:45 WIB

Surga Diisi Orang yang Mampu Jaga Amarah

Kata sabar sangatlah mudah untuk diucapkan namun tidak mudah untuk dilaksanakan.
Foto: William-wright.com
Kata sabar sangatlah mudah untuk diucapkan namun tidak mudah untuk dilaksanakan.

Oleh: Dadang Kahmad

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap aktivitas seorang Muslim yang tengah menjalankan ibadah shaum adalah ibadah. Jiwanya tengah dididik Sang Ilahi, demikian pula raganya, sedang dilatih. Sungguh satu bulan penuh diisi dengan pendidikan. Sabar, ikhlas, dan ihsan menjadi pelajaran utamanya.

Tak seorang pun tahu apakah dia sedang berpuasa atau tidak, hanya dirinya dan Allah SWT yang tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Ibarat suatu madrasah, hikmah yang terkandung di dalam shaum sangat luar biasa.

Tak ada ruang kosong yang sia-sia, semuanya penuh hikmah. Berpulang kepada diri masing-masing untuk mengambilnya. Kepada mereka yang sungguh-sungguh, predikat takwa akan diraih, sementara yang asal-asalan, hanya mendapatkan lapar dan kehausan.

Tentu saja, untuk meraih derajat takwa tak semudah mengatakannya. Selain harus memenuhi seluruh amalan dengan sungguh-sungguh sesuai syariat, hiasi juga hati dengan sabar dan ikhlas. Ingatlah godaan mencapai takwa sebanding dengan prestise raihannya.

 

Perut lapar kerap membuat orang mudah tersinggung dan cepat marah. Berusahalah sekuat tenaga untuk menahan amarah dan tidak memprovokasi orang supaya marah. Menahan amarah merupakan salah satu sifat dari orang-orang bertakwa (al-muttaqun).

Kita dianjurkan untuk menghindar jika ada seseorang yang mengajak bertengkar, dianjurkan berkata “inni shoimun”, aku sedang berpuasa. Kemarahan merupakan emosi negatif yang diluapkan dalam wujud kata-kata maupun perbuatan reaktif.

Emosi ini sering kali merugikan, bahkan mengancam. Tak sedikit pula, akibat amarah yang tak terkendali, seseorang tega membunuh.

Menahan amarah merupakan akhlak mulia. Dijanjikan balasan surga yang luasnya tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi.

Rasulullah bersabda, “Barang siapa menahan marah, padahal ia mampu menampakkannya, maka kelak pada hari kiamat Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk dan menyuruhnya untuk memilih bidadari yang ia sukai.” (HR Tirmidzi).

Selain marah yang sifatnya negatif, ada juga yang positif. Marah seperti ini dilakukan bukan atas dasar kebencian, tapi sebagai pendidikan dan penyadaran. Rasulullah pernah marah kepada sahabatnya yang malas beribadah, bahkan ia pun pernah memarahi orang yang pelit.

Marah model ini dilakukan agar seseorang mendapatkan kemaslahatan dalam hidupnya. Ketika kita disakiti oleh seseorang, kemarahan adalah hal yang wajar. Namun, terus-menerus mendendam ialah sikap buruk dan harus dihindari.

Pada bulan suci ini, pelajaran menahan amarah menjadi salah satu materi wajib untuk dijalankan mereka yang melaksanakan shaum. Dengan amarah yang membara, kita telah lemah dan dengan mudah dikalahkan oleh setan yang terkutuk.

Orang yang mudah marah, di dalam dirinya terkandung sifat sombong, memersepsi dirinya sebagai orang hebat, merasa harus dihormati.

Surga yang diciptakan Allah hanya diisi orang-orang yang lemah lembut dan selama hidupnya mampu mengelola amarahnya secara positif.

Ia tidak seperti iblis, yang marah dan membangkang saat diperintah Allah SWT bersujud kepada Adam. Dia merasa lebih mulia karena diciptakan dari api, sedangkan Adam hanya dari tanah. Mari tetap tenang dan tenteramkanlah hati kita. Dapatkanlah dengan penuh salah satu pelajaran menuju takwa bernama menahan amarah pada bulan yang penuh nilai pendidikan ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement