Rabu 28 Jan 2015 19:35 WIB

Mengingat Kematian

Kematian (ilustrasi).
Foto: Dailymail.co.uk
Kematian (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ganda Pekasih

Seseorang yang sibuk hanya mengurusi dunia dapat dipastikan dia tidak suka mendengar kata kematian karena takut kalau kesenangan yang dinikmatinya akan hilang tiba-tiba.

Sekalipun mengingat mati, dia menganggap kematian itu hanya akan menyebabkan dirinya kehilangan kesenangan dan kenikmatan dunia sehingga dia pasti alergi membicarakan kematian.

Kematian termasuk permasalahan yang sangat besar, namun manusia sekarang telah menganggapnya enteng, tak mau mengenalnya, tak acuh saja, bahkan menantang dengan menjadikannya berbagai tontonan dan tertawaan, seperti yang banyak kita lihat di televisi.

 

Kematian terucap sebatas di bibir, dianggap tidak bermanfaat untuk direnungkan, padahal maut telah mempertontonkan aksinya melalui musibah beruntun, longsor, kecelakaan darat, laut dan udara, berbagai penyakit atau bahkan saat seseorang berada dalam istana yang tinggi dan gedung megah, kematian pasti datang dengan cara yang tak pernah ia duga.

Jarak antara kehidupan dan kematian amatlah tipis, seseorang yang tampak sehat dan tertawa pada siang hari, malamnya mendadak meninggal dunia.

Ini menunjukkan kematian menjemput tiba-tiba, bahkan saat seseorang tengah merencanakan pesta kegembiraan untuk bersenang-senang, tiada yang menyangka akan mengalami musibah. Tak ada seorang pun jika ditanya dia menginginkan kematian dengan cara dirampok seperti itu.

Katakanlah, ‘Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya maka sesungguhnya kematian itu akan menemuimu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS al-Jumu’ah [62]: (8).

Sesungguhnya manusia mesti dipaksa untuk selalu mengingat maut. Bagi mereka yang selalu mengingatnya, segala musibah dunia akan menjadi mudah, berkurang angan-angan akan harta.

Selain itu, mengingat kematian membantunya mengumpulkan harta juga demi untuk akhirat, jujur bekerja, serta tidak menzalimi dan melanggar hak orang lain.

Intinya mengingat maut sangat banyak manfaatnya, bahkan mendapatkan pahala, menjadikan orang beruntung karena bersiap menghadapi kematian yang bisa datang kapan saja, dan ikhlas karena telah bersiap menyambutnya

Abu Hurarra berkata, “Suatu ketika kami bersama Rasulullah SAW mengantar jenazah. Setibanya di tanah pekuburan Rasulullah SAW duduk di dekat sebuah kubur, lalu berkata, ‘Tidak berlalu satu hari pun di dalam kubur kecuali kubur akan mengatakan dengan fasih dan jelas, ‘Wahai anak Adam, mengapa kamu melupakan aku, padahal aku adalah tempat kesunyian, aku adalah rumah pengasingan, aku adalah tempat yang penuh ulat dan cacing. Aku adalah tempat yang sangat sempit kecuali bagi orang yang dikehendaki-Nya maka da menjadi luas. Kubur merupakan sebuah taman surga atau sebuah lembah dari lembah neraka’.”

Karena hidup di dunia singkat, sedangkan akhirat kekal maka barang siapa yang banyak mengingat kematian, dia akan mendapat banyak kemuliaan, hidayah untuk segera bertobat, merasa puas dengan apa yang ada, bersungguh-sungguh dan merasa senang dalam beribadah.

Sedangkan siapa yang lalai akan maut sehingga membencinya, dia malas bertobat, selalu merasa pendapatannya kurang sehingga dia tak pernah puas dan terus merasa miskin, dirinya juga akan malas beribadah yang membuatnya celaka di akhirat.

Perbanyaklah mengingat maut, sekiranya kamu tahu apa yang terjadi pada dirimu setelah kematian, niscaya kamu tidak berselera makan dan minum barang segelas air pun.

Siapa yang banyak mengingat mati, hatinya akan hidup dan kematian menjadi mudah baginya, bahkan Rasululullah SAW bersabda, “Orang yang cerdas adalah mereka yang selalu banyak mengingat kematian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement