Selasa 03 Apr 2012 05:15 WIB

Agar Ilmu Menjadi Kekuatan, Inilah Kuncinya

Guru sedang mengajar (ilustrasi)
Foto: padang-today.com
Guru sedang mengajar (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr A Ilyas Ismail

Islam adalah agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan dan menghormati orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan, yaitu para ilmuwan dan ulama. Allah meninggikan orang-orang yang yang beriman dan berilmu beberapa derajat. (QS al-Mujadilah [58 ]: 11).

Ilmu menjadi dasar keutamaan manusia dan menjadi penentu kemuliaannya. Penunjukan Nabi Adam AS sebagai khalifah tak lain adalah karena ilmu (potensi intelektualitas)-nya, sehingga ia mampu mengalahkan pesaing (kompetitor) terberatnya, yaitu para malaikat (QS al-Baqarah [2]: 30).

Dalam Islam, ilmu tidak hanya untuk ilmu, tetapi untuk kebaikan dan ibadah. Ilmu harus melahirkan amal atau tindakan nyata. “Knowing is not enough.” Kita harus berbuat dan bekarja sesuai ilmu yang dimiliki.

Dikisahkan, pada suatu hari Abu Darda’, sahabat Nabi yang dikenal alim ini, berdiskusi dengan sahabat-sahabat Nabi yang lain. Diskusi sampai kepada soal-soal keakhiratan (eskatologi). Tiba-tiba, Abu Darda’ menangis, air matanya meleleh. Peserta diskusi pun terheran dan bertanya kepadanya mengapa ia menangis? Abu Darda’ menjawab, “Aku takut kelak di akhirat ditanya, ‘Apakah kamu punya ilmu dan apakah kamu melakukan apa yang kamu ketahui’?” (Rijal haula al-Rasul, hlm 362).

Diskusi dan dialog di majelis ilmunya Abu Darda’ ini menarik disimak. Pertama, Abu Darda’, sang pengasuh majelis adalah salah seorang sahabat yang tidak hanya alim, tetapi juga takwa dalam arti memiliki rasa takut bercampur kagum (khasy-yah) yang tinggi kepada Allah. Yang demikian memang salah satu ciri dari seorang ulama. (QS Fathir [35]: 28).

Kedua, objek (materi) diskusi tak melulu soal-soal dunia yang  dari hari ke hari tak ada habis-habisnya. Diskusi soal keakhiratan penting untuk mempertinggi keimanan dan memperkuat daya ingat pada kematian. “Orang yang benar-benar pandai adalah orang yang mampu mengendalikan diri dan bekerja (memperbanyak bekal) untuk kebahagiaan hidup setelah mati.” (HR Ibnu Majah dan Thurmidzi dari Syadad bin Aus).

Ketiga, ilmu merupakan salah satu aspek yang membentuk kualiatas keberagamaan (takwa) di samping aspek iman dan amal shaleh. Disadari, ajaran Islam, menurut ulama besar dunia, Syekh Yusuf al-Qaradhawi, berwatak “Mutakamil” (saling menyempurnakan). Ilmu, misalnya, memperkuat iman, tetapi tanpa iman, ilmu kurang berguna. Begitu juga, amal membutuhkan ilmu, tetapi ilmu tanpa amal seperti pohon tak berbuah alias kesia-siaan.

Dilihat dari perspektif Abu Darda’, ungkapan, “ilmu adalah kekuatan” (knowledge is power) tidaklah berdiri sendiri, tetapi terikat oleh kekuatan yang lain, yaitu iman di satu sisi dan amal shaleh di sisi yang lain.

Di sini, ilmu benar-benar menjadi kekuatan apabila ia diamalkan dan dijadikan sebagai sarana untuk memperoleh kemulian di akhirat. Soalnya, seperti diketahui, betapa banyak orang yang mengetahui, tetapi betapa sedikit orang yang melakukan apa yang mereka ketahui itu. Inilah yang membuat sahabat Abu darda’ menangis. Wallahu a`lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement