Rabu 23 Apr 2014 16:51 WIB

Kisah Bijak Para Sufi: Kisah Pasir (2-habis)

Gurun pasir.
Foto: Wordpress.com
Gurun pasir.

"Tetapi, bisakah aku tetap seperti sungai, seperti keadaanku kini?"

"Sayangnya engkau tidak bisa," kata bisikan itu. "Bagian esensimu terbawa pergi dan membentuk sungai lagi. Engkau disebut sungai hari ini sebab engkau tidak tahu bagian mana dari dirimu yang merupakan essensi."

Mendengar hal itu, sesuatu gema muncul dalam benak sungai itu. Samar-samar, ia ingat suatu keadaan di mana dirinya—atau sebagian dirinya?—berada dalam pelukan angin. Ia juga ingat—atau tidakkah?—bahwa hal itulah yang nyata, bukan yang seharusnya, terjadi.

Lalu, sungai itu melepaskan uap-uapnya ke dalam lengan angin yang menyambut, yang dengan lembut dan ringan mengangkatnya dan menerbangkannya. Setelah sampai di puncak gunung nun jauh di sana, angin menjatuhkannya perlahan kembali ke tanah.

 

Sungai itu merekam kuat di dalam benaknya semua rinci pengalaman itu, sebab sebelumnya ia telah ragu. Ia merenungkannya, "Ya, sekarang aku telah mengenal jati diriku sebenarnya."

Sungai itu mendapat pelajaran. Namun, itu berbisik: "Kami tahu, sebab kami melihatnya terjadi hari demi hari; dan sebab kami, pasir, membentang dari tepi sungai gunung."

Dan itulah sebabnya dikatakan bahwa jalan yang ditempuh oleh Sungai Kehidupan dalam pengembaraannya terpatri di atas pasir.

Kisah indah ini hidup dalam tradisi lisan pelbagai bahasa, hampir selalu dituturkan di kalangan para darwis dan murid-muridnya.

Kisah ini disinggung dalam buku Sir Fairfax Cartwright, Mystic Rose from Garden of the King, terbit di Inggris tahun 1899. Versi ini berasal dari Awad Afifi, seorang Tunisia, yang wafat tahun 1870 M.

sumber : Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi oleh Idries Shah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement