Jumat 19 Jan 2018 14:31 WIB

MUI akan Minta Penjelasan BI tentang Bitcoin

BI menegaskan bahwa virtual currency termasuk bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah

Rep: Muhyiddin/ Red: Agus Yulianto
Bitcoin (ilustrasi).
Foto: voa
Bitcoin (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dalam waktu dekat ini akan meminta klarifikasi pada Bank Indonesia (BI) tentang adanya bitcoin. Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat, Hasanuddin AF mengatakan, klarifikasi dari BI diperlukan agar nantinya pihaknya bisa mengeluarkan keputusan apakah perlu mengeluarkan fatwa atau tidak.

Terkait hukum bitcoin sendiri, Hasanuddin mengaku, belum bisa memberikan komentar apa-apa. "Belum bisa komentar, tapi nanti akan mengundang BI dulu ke sini. Kita akan minta klarifikasi dari BI dulu seperti apa tentang Bitcoin. Kalau perlu bikin fatwa kalau ada permintaan fatwa," ujar Hasanuddin pada Republika.co.id, Jumat (18/1).

Dia menjelaskan, sebenarnya bitcoin tidak masalah jika hanya dijadikan sebagai alat tukar saja. Namun, berdasarkan informasi sementara yang didapatkannya, transaksi bitcoin juga mengandung unsur-unsur yang tidak diperbolehkan dalam agama.

"Kalau cuma alat tukar, nggak masalah, tapi kan ada unsur investasi, bisnis begitu. Apa ada nanti ketidakjelasannya atau gharar-nya atau ada unsur mudharatnya. Jadi dari segala segi, sehingga perlu informasi dari BI dulu seperti apa," katanya.

Bitcoin merupakan bagian dari perkembangan teknologi digital yang ingin membuat alat tukar transaksi, bahkan membuat investasi di luar kontrol bank sentral dan pemerintah. Banyak orang yang tergila-gila dengan Bitcoin karena nilainya yang begitu besar ketika ditukar dalam bentuk rupiah.

Saat ini sejumlah negara di dunia telah melarang warganya untuk menggunakan transaksi bitcoin, seperti Bangladesh, Bolivia, dan Cina. Pasalnya, bitcoin berisiko menjadi sarana untuk melakukan aktivitas pencucian uang, pendanaan terorisme, penghindaran pajak, dan penipuan.

Indonesia sendiri juga telah melarang penggunaan bitcoin. Larangan ini berlaku pada 2018 dengan alasan berisiko tinggi alami bubble (gelembung ekonomi). Sementara, BI menegaskan bahwa virtual currency termasuk bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement