Sabtu 14 Oct 2017 21:19 WIB

Mengonsumsi Air Daur Ulang

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Agung Sasongko
Depot Air Minum Isi Ulang (ilustrasi)
Foto:

Dalam fatwanya, MUI mengungkapkan, air daur ulang yang masuk dalam pembahasan ini adalah air hasil olahan (rekayasa teknologi) dari air yang telah di gu nakan (musta'mal) atau ter ke na najis (mutanajjis) atau yang telah berubah salah satu sifatnya, yakni rasa, warna, dan bau (mu ta ghayyir). Air tersebut diolah sehingga dapat dimanfaatkan kembali.

Air daur ulang diproses me lalui salah satu dari tiga cara se bagai berikut. Pertama, thariqat an-nazh, yakni pengurasan air yang terkena najis atau telah berubah sifatnya. Sehingga yang tersisa tinggal air yang aman dari najis dan yang tidak berubah salah satu sifatnya.

Kedua, thariqah al-mukatsarah, yakni dengan cara menambahkan air suci lagi menyucikan (thahir muthahir) pada air yang terkena najis (mutanajjis) atau berubah (mutaghayyir) hingga mencapai volume paling kurang dua kullah, yakni 270 liter. Serta najis dan semua sifat yang me nye babkan air itu berubah men jadi hilang.

Terakhir dengan cara thariqah taghyir. Yaitu, mengubah air yang terkena najis atau telah berubah sifatnya tersebut dengan menggunakan alat bantu yang dapat mengembalikan sifat-sifat asli air itu menjadi suci lagi menyucikan (thahir muthahhir). Syaratnya, volume air lebih dari dua kullah dan alat bantunya harus suci.

Menurut MUI, air daur ulang yang diproses dengan cara tersebut boleh dipergunakan untuk berwudhu, mandi, menyucikan najis dan istinja, serta halal di minum. Air digunakan untuk me masak dan untuk kepentingan lainnya selama tidak memba haya kan kesehatan. MUI pun meminta agar pemerintah dan semua pihak yang mengelola daur ulang air serta seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan mutu dan kualitas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement