Senin 06 Jul 2015 08:39 WIB
Ramadhan 2015

Sahkah Puasa, Tapi Tidak Shalat? (1)

Rep: Hannan Putra/ Red: Indah Wulandari
Buka puasa bersama
Foto: .
Buka puasa bersama

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dalam urutan rukun Islam, shalat disebut lebih awal dari puasa. Artinya kewajiban shalat lebih utama dari puasa. Sebagaimana syahadat lebih tinggi dari shalat. Orang yang tidak bersyahadat (tidak Islam) tentu tidak diterima ibadah shalat dan seluruh amal ibadahnya.

Lantas bagaimana keabsahan puasa bagi mereka yang tidak melaksanakan shalat? Apakah hukum puasa dan shalat saling berkaitan, ataukah terpisah dan bisa diterima selama syarat dan rukunnya terpenuhi?

 

Secara hukum fikihnya, suatu ibadah dipandang sah jika terpenuhi syarat dan rukunnya. Seperti puasa, jika rukun dan syarat melaksanakan puasa terpenuhi, maka itu sudah dipandang diterima di sisi Allah SWT.

Sebaliknya pula seperti shalat. Selama syarat dan rukun shalat terpenuhi, shalatnya dipandang sudah sah. Terlepas orang yang shalat tersebut berpuasa atau meninggalkan puasa Ramadhan.

 

Namun perlu dipahami, meninggalkan shalat adalah dosa besar di sisi Allah SWT. Meninggalkan shalat juga disebut di dalam hadis sebagai orang yang telah kafir.

Sabda Rasulullah SAW, Perjanjian antara kami dengan mereka adalah shalat. Siapa yang meninggalkan shalat maka telah kafir." (HR Tirmizi). Shalat juga disebut sebagai batas antara mukmin dan kafir. Sabda Nabi SAW, "Antara seseorang dan kekafiran adalah shalat." (HR Muslim).

 

Lantas, sahkah ibadah puasa orang yang disebut kafir dalam hadis ini karena meninggalkan shalat? Bukankah syarat sah melaksanakan puasa adalah Islam? Kata kafir dalam hadis di atas didefenisikan jumhur (kesepakatan) ulama jika mengingkari kewajiban shalat.

Jika meninggalkan shalat karena kelalaian atau malas, maka ia tak sampai dihukum dengan kafir, selama ia masih meyakini bahwa shalat adalah wajib dan meninggalkan shalat adalah dosa besar.

 

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi dalam kitabnya Al-Mughni mengatakan, orang yang tidak shalat punya dua kemungkinan. Adakalanya dia mengingkari kewajiban shalat, atau masih meyakini kewajibannya.

Kalau dia mengingkari kewajibannya, diselidiki dulu, kalau dia jahil misalnya karena baru masuk Islam, atau dibesarkan di lingkungan terasing, maka diberitahu kewajibannya dan diajarkan tentang shalat. Dia tidak dikafirkan karena dia termasuk orang yang punya udzur.

Namun, bila dia bukan orang yang jahil atas kewajiban shalat, misalnya dibesarkan di tengah orang Islam di kota atau desa, maka dia tidak punya alasan dan tidak diterima pengakuan bahwa dirinya tidak tahu kewajiban shalat. Maka orang itu dihukumi kafir.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement