Jumat 21 Apr 2017 16:00 WIB

Menyoal Wewangian Bagi Muslimah

Rep: Syahruddin el-Fikri/ Red: Agung Sasongko
Muslimah (ilustrasi)
Foto: Prayogi/Republika
Muslimah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu tema bahasan fiqh yang menjadi perhatian ahli hukum Islam adalah pemakaian wewangian oleh kaum perempuan. Tema ini telah banyak dikupas oleh ulama, dan memantik perbedaan pendapat apakah hukumnya mubah, makruh, atau haram.

Tidak syak lagi bahwa Islam, melalui sunnah dan tradisi Nabi SAW, menganjurkan umatnya menjaga kebersihan, baik kebersihan diri maupun lingkungannya. Salah satu cara menjaga kebersihan diri, sebagaimana ditekankan Rasulullah, adalah menjaga aroma tubuh tetap wangi. Hal ini untuk memastikan, seorang Muslim identik dengan kesegaran dan kewangian.

Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Anas bin Malik yang berkata, ''Aku tidak pernah mencium wewangian atau minyak wangi yang berbau lebih harum daripada keharuman Rasulullah SAW.''

Selain hadis di atas, masih banyak lagi riwayat yang menggambarkan kebersihan pakaian dan badan Nabi SAW, serta aroma wangi dari beliau. Dalam buku Hidup Saleh dengan Nilai-nilai Spiritual Islam karya Dr Muhammad Ali al-Hasyimi, disebutkan bahwa ketika Rasulullah berjabat tangan dengan seseorang, aroma sedap dari beliau akan tetap menempel pada tangan orang itu selama beberapa hari. Dan jika beliau meletakkan tangan pada kepala seorang anak, anak tersebut akan menonjol daripada yang lain akibat bau wangi beliau.

Hadis dari Jabir, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari juga menegaskan kecintaan Nabi terhadap wewangian. Dikatakan, Rasulullah tidak pernah melewati suatu tempat kecuali seseorang yang mengikuti beliau akan mengetahui bahwa Nabi ada di sana, dari aroma wangi yang melekat pada beliau.

Hadis-hadis di atas secara tersurat mengajarkan umat Muslim hendaknya menggunakan wewangian yang aromanya dapat dirasa oleh orang lain. Pertanyaannya adalah, apakah hadis tersebut juga berlaku bagi kaum perempuan? Bolehkah seorang Muslimah memakai wewangian yang aromanya menyengat, hingga dapat tercium oleh laki-laki yang bukan muhrimnya

Ada yang berpendapat bahwa status hukum pemakaian wewangian oleh kaum Muslimah tergantung pada kekuatan aroma minyaknya, tempat memakainya, dan niatnya. Mengenai kekuatan aroma minyak, terdapat hadis dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, ''Sesungguhnya minyak wangi untuk laki-laki ialah yang kuat aromanya dan kalem warnanya, sedangkan minyak untuk perempuan ialah yang mencolok warnanya dan kalem aromanya.'' (HR An-Nasa'i dan At-Tirmidzi). At-Tirmidzi mengatakan hadis ini adalah hadis hasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement