Rabu 18 Oct 2017 05:52 WIB

Jabat Tangan dengan Wanita Tua, Apa Hukumnya?

Saling jabat tangan (ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA
Saling jabat tangan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Persoalan jabat tangan antara laki-laki dan wanita ternyata mendapat perhatian cukup serius dari para ulama, khususnya yang salaf dan khalaf.

Terjadi silang pendapat utamanya tentang kebolehan menjabat tangan wanita atau lelaki bukan muhrim yang sudah uzur. Lalu, bagaimanakah hukum jabat tangan dengan lawan jenis yang sudah tua?

 

Hukum asal dari bersalaman dengan lawan jenis yang bukan muhrim adalah haram. Hal ini berdalil dari hadis Nabi SAW, "Sesungguhnya salah seorang di antara kalian jika ditusuk dengan jarum dari besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh seorang wanita yang bukan mahramnya." (HR Thabrani dan Baihaqi).

Istri Rasulullah SAW, Aisyah RA, juga menegaskan, "Demi Allah, segala hal yang Rasulullah SAW tetapkan bagi wanita maka hal itu adalah perintah dari Allah SWT. Dan, tangan Rasulullah tidaklah menyentuh tangan wanita. Dan, perlu diketahui bahwa menyentuh dan berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram akan menimbulkan kerusakan yang sangat banyak."

Menurut ulama kontemporer, Syekh Yusuf Qadhawi, masalah jabat tangan merupakan persoalan serius yang harus dipahami para ulama yang mengeluarkan fatwa. Tidak hanya dari segi nasnya saja, tapi qarinah (latar belakang) yang melandasi fatwa tersebut juga menimbang aspek maslahat dan mudaratnya. Syekh Yusuf Qaradhawi memberikan pendapatnya berdasarkan para fikih aulawiyat (prioritas).

Dalam fikih aulawiyat, ada dua toleransi yang diberikan dalam persoalan ini. Pertama, pengharaman hukum berjabat tangan dengan wanita apabila disertai dengan syahwat dan taladzdzudz (menikmati hal tersebut) dari salah satu pihak, baik pihak laki-laki maupun wanita.

Berdasarkan penelaahannya, Syekh Yusuf Qardhawi membolehkan berjabat tangan dengan wanita tua yang sudah tidak punya gairah terhadap laki-laki. Demikian pula, dengan anak-anak kecil yang belum mempunyai syahwat terhadap laki-laki. Alasannya, berjabat tangan dengan mereka itu aman dari sebab-sebab fitnah. Begitu pula bila si laki-laki sudah tua dan tidak punya gairah terhadap wanita.

Hal ini didasarkan pada riwayat dari Abu Bakar RA bahwa dia pernah berjabat tangan dengan beberapa orang wanita tua dan Abdullah bin Zubair mengambil pembantu wanita tua untuk merawatnya. Maka, wanita itu mengusapnya dengan tangannya dan membersihkan kepalanya dari kutu.

Syekh Yusuf Qaradhawi juga menegaskan dasar pendapatnya ditunjukkan Alquran dalam membicarakan perempuan-perempuan tua yang sudah berhenti dari haid serta mengandung dan tiada gairah terhadap laki-laki. Mereka diberi keringanan dalam beberapa masalah pakaian yang tidak diberikan kepada yang lain.

Allah SWT berfirman, "Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS an-Nur [24]: 60).

Selain itu, dikecualikan pula laki-laki yang tidak memiliki gairah terhadap wanita dan anak-anak kecil yang belum muncul hasrat seksualnya. Mereka dikecualikan dari sasaran larangan terhadap wanita-wanita mukminat dalam hal menampakkan perhiasannya.

Pendapat berbeda ditunjukkan oleh Mufti Arab Saudi Syekh Abdullah bin Abul bin Baz. Menurut Syekh bin Baz, seorang pria dilarang secara mutlak berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram, baik yang masih muda maupun sudah tua.

Larangan ini juga mencakup lelaki, baik yang usia muda maupun yang sudah tua. Bagi Syekh bin Baz, tindakan itu bisa menimbulkan fitnah bagi keduanya.

Syekh bin Baz mengembalikan larangan salaman dengan wanita tua dengan keumuman larangan berjabat tangan dengan lawan jenis nonmuhrim. Hal ini didasarkan pada hadis dari Aisyah RA, "Demi Allah, tangan Rasulullah SAW tidak pernah menyentuh tangan wanita. Beliau tidak membaiat kaum wanita, kecuali dengan ucapan."

Ia menegaskan, tidak ada perbedaan hukum apakah wanita itu berjabat tangan dengan memakai penutup ataukah tanpa penutup. Pasalnya, keumuman pada dalil-dalil yang melarang dan menutup pintu-pintu menjerumuskan kepada fitnah. Allahua'lam.

Disarikan dari Dialog Jumat Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement