Senin 13 Mar 2017 06:15 WIB

Menakar Hukum Larangan Menshalati Jenazah Orang Munafik

Membawa jenazah menuju masjid untuk dishalatkan.
Foto:
Pengendara melintas di bawah spanduk larangan mensholatkan jenazah pendukung dan pembela penista agama yang terpasang di Masjid Al-Jihad, Setiabudi, Jakarta, Ahad (26/2).

Umar pun berkata kepada Nabi. "Dia orang munafik." Namun, Rasulullah tetap menshalatkannya, kemudian turunlah ayat yang berisi larangan untuk menshalatkan orang munafik tersebut. Ketua Dewan Pakar Masjid Al Ihsan Ustaz Adi Hidayat menjelaskan, usai turunnya ayat itu, Nabi tidak pernah lagi menshalatkan orang-orang yang terindikasi memiliki karakteristik seperti Abdullah bin Ubay bin Salul.

Hanya, ujar Ustaz Adi, Nabi akan mengonfirmasi terlebih dahulu sebelum bersikap demikian. Bagaimana keadaan dan sikap orang tersebut kepada Islam hingga akhir hayatnya. Jika sudah dipastikan munafik, Nabi tidak menshalatkannya.

"Tapi, perhatikan bagaimana Nabi menolak untuk menyalatkan. Silakan keluarga atau temannya yang menyalatkan. Saya tidak menyalatkan," ujar Ustaz Adi saat berbincang dengan Republika di Bekasi, belum lama ini.

Melihat dari praktik yang Nabi perbuat, pendiri Quran and Sunnah Solution ini sembari menukil dari pendapat Imam Ibnu Katsir menjelaskan, hukum tidak menshalatkan orang munafik merupakan hukum umum. Tidak hanya sebatas kepada Abdullah bin Ubay bin Salul. Hukum ini dikenakan bagi orang yang terindikasi betul bahwa meski Muslim, dia menentang ajaran Islam. Itu pun diketahui oleh kaumnya. Bukan hanya tidak boleh dishalatkan, kuburannya pun tak boleh didoakan.

Merujuk pada kisah Abdullah bin Ubay bin Salul, dia merupakan orang yang paling dekat shalat dengan Nabi. Akan tetapi, ketika shalat sudah selesai, dia kembali mencela Nabi. Dia juga pernah membuat masjid tandingan atau masjid dhirar untuk menyaingi masjid nabi. Dia pun memprovokasi pasukan Muslim untuk meninggalkan medan laga saat terjadi Perang Uhud. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement