Kamis 19 Nov 2015 21:52 WIB

Begini Islam Memandang Perlombaan dan Penghargaan

Sejumlah warga mengikuti lomba dayung pada Festival Perahu Naga di Situ Rawa Besar, Kampung Lio, Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat, Ahad (8/11).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Sejumlah warga mengikuti lomba dayung pada Festival Perahu Naga di Situ Rawa Besar, Kampung Lio, Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat, Ahad (8/11). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini, beragam lomba dan penghargaan digelar. Bagaimana Islam memandang masalah ini?

Pada zaman Rasulullah, perlombaan telah ada meski tak seberagam masa sekarang. Misalnya, perlombaan dengan menggunakan anak panah, senjata, dan kuda. Diungkapkan pula bahwa Rasul pernah berlomba lari dengan istrinya, Aisyah, anak sahabatnya, Abu Bakar.

Aisyah, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari, mengungkapkan, dia berlomba lari dengan Rasul dan ia dapat mengejarnya. Saat tubuhnya mulai gemuk, Aisyah menyatakan, ia berlomba lagi dan Rasulullah dapat memenangi lomba lari tersebut.“Kemenangan ini sebagai imbangan bagi kekalahan sebelumnya,” kata Aisyah.

Yusuf al Qaradhawi dalam bukunya, Halal dan Haram, menuturkan, para sahabat biasa mengadakan perlombaan lari cepat. Nabi Muhammad membolehkan perlombaan itu.

Rasulullah juga berlomba dengan istrinya. Tujuannya, memberikan pendidikan kesederhanaan dan kesegaran kepada istrinya, serta menetapkan teladan bagi para sahabatnya. Selain lari, Rasul pernah bergulat dengan seorang laki-laki yang terkenal sangat kuat bernama Rukanah.

Dalam sebuah perlombaan, biasanya ada sesuatu yang dijanjikan berupa hadiah atau harta dalam jumlah tertentu. Mengenai hal itu, Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah mengatakan, terdapat sejumlah hal yang mesti diperhatikan agar tak melanggar aturan agama.

Ia menuturkan, dibolehkan mengambil harta atau biasa juga disebut dengan hadiah bila harta itu dari penguasa (pemerintah) atau orang lain. Bisa saja pemerintah mengatakan, siapa saja yang menang dalam perlombaan, akan mendapatkan harta.

Hal lain yang diperbolehkan oleh Islam adalah jika salah satu dari dua orang yang sepakat berlomba menyatakan siap mengeluarkan harta. Dia mengungkapkan kepada temannya, kalau temannya itu mampu mengalahkannya dalam perlombaan, ia memberikan sejumlah harta kepada temannya itu.

Saat hal sebaliknya terjadi, temannya tak mendapatkan apa pun dan dia tak memperoleh apa pun dari temannya itu. Seandainya tersedia hadiah yang terkumpul dari dua orang atau sekelompok orang yang ikut perlombaan dan orang yang memenangkan lomba berhak atas hadiah itu, maka diperbolehkan.

Menurut Sabiq, hal yang dilarang adalah ketika seseorang yang ikut dalam perlombaan mendapatkan hadiah atas kemenangan yang diraihnya, namun saat kekalahan menimpa, orang itu dianggap berutang kepada yang lain. “Hal ini dikelompokkan sebagai perjudian yang diharamkan,” paparnya.

Sumber: Pusat Data Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement