Jumat 09 Oct 2015 17:47 WIB

Minum Pil Penunda Haid, Bolehkah?

Rep: Hanan Putra/ Red: Agung Sasongko
Pil penunda haid.
Foto: Feministing.com/ca
Pil penunda haid.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Haid adalah siklus alami kaum wanita yang memang menjadi fitrahnya. Tentunya, akan lebih baik mengikuti fitrah tersebut secara thabi'i (alami). Namun, ada kalanya kondisi-kondisi tertentu yang membuat kaum wanita ingin menunda haidnya.

Misalkan, saat pelaksanaan haji atau umrah agar tahapan- tahapan manasik bisa selesai secara sempurna. Bisa juga seorang istri dalam kondisi menanti kedatangan suaminya. Dalam hal ini, bolehkah wanita meminum pil penunda haid?

Ulama salaf zaman dahulu belum mengenal teknologi medis yang bisa menunda masa haid. Ketika itu, wanita hanya mengikuti siklus alami mereka. Jika masa haid datang, mereka diberi keringanan dalam beberapa urusan ibadah.

Dalam haji, misalkan. Jika memang haid sudah datang, kaum wanita diperbolehkan tak melaksanakan tawaf. Hadis Nabi SAW menyebutkan, "Manusia diperintahkan agar akhir dari pelaksanaan hajinya dengan tawaf di Baitullah. Kecuali bagi wanita haid diberi keringanan untuk tidak melaksanakannya."(HR Muslim).

Kaum wanita zaman sekarang menginginkan ibadah haji mereka sempurna tanpa terhalang haid. Sebagaimana kaum laki-laki, mereka ingin pula menuntaskan seluruh rangkaian haji. Caranya dengan meminum obat penunda haid. Masalah ini masuk dalam ranah ijtihadiyah.

Secara umum, ulama kontemporer yang membahas persoalan ini membolehkannya dengan beberapa persyaratan.

Dr Yusuf Qaradhawi dalam kumpulan fatwanya terkait hal ini membolehkan kaum wanita meminum pil penunda haid jika tak menimbulkan mu dharat bagi tubuhnya.

"Tak apa-apa bagi seorang wanita menggunakan obat untuk hal tersebut dengan syarat tak ada mudharat yang ditimbulkan darinya," jelas Qardhawi dalam kumpulan fatwa kontemporernya.

Mufti Arab Saudi Abdullah Bin Baz juga berpendapat sama. Menurutnya, pil penunda haid diperbolehkan dengan mempertimbangkan aspek maslahat dan manfaatnya. Namun, jika mengandung mudharat bagi tubuh wanita, hal ini tidak perlu dilakukan.

Bin Baz menegaskan, sebelum mengonsumsi pil tersebut harus dirampungkan terlebih dahulu tinjauan medis apakah bermudharat atau tidak. Dari segi medis, orang yang ingin meminum pil penunda menstruasi harus melakukan pemeriksaan dan cek kesehatan terlebih dahulu. Dikhawatirkan pil tersebut berpotensi memperberat riwayat penyakit yang ada di tubuh.

Karena pil tersebut bersifat hormonal yang mungkin memengaruhi hormon atau organ tubuh lain. Jadi, berkonsultasi terlebih dahulu de ngan dokter yang paham di bidangnya mutlak diperlukan.

Ibnu Taimiyah menambahkan, pembolehan bagi wanita untuk meminum pil penunda haid bisa dibenarkan jika memang ada alasan yang syar'i, seperti ingin merampungkan rangkaian ibadah haji. Namun, ia tidak setuju jika bertujuan untuk melengkapi puasa Ramadhan. Menurutnya, kaum wanita tidak perlu menunda haid hanya untuk bisa berpuasa Ramadhan genap satu bulan. Sebab, soal puasa sudah diberikan rukhsah (keringanan) untuk kaum wanita.

Di samping pendapat ulama yang memperbolehkan, ada juga kalangan yang menyatakan kaum wanita tidak perlu meminum pil penunda haid. Alasannya, pil tersebut belum terjamin secara pasti tidak akan menimbulkan mudharat bagi penggunanya. Berpatokan dari kaidah fikih, "menghindari mudharat harus diutamakan daripada meraih maslahat."

Maksudnya, efek samping dari penggunaan obat tersebut lebih dikedepankan ketimbang meraih suatu ibadah yang sebenarnya sudah diberikan rukhsah (keringanan) untuk tak melaksanakannya. Pendapat ini juga menyebutkan, obat-obatan yang digunakan untuk menunda haid belum terjamin pula kehalalannya.

Jadi, pendapat dari kelompok ini menganjurkan kaum wanita untuk menjalani fitrah mereka saja. Jika memang haid telah datang masanya, terimalah rukhsah untuk tidak melaksanakan shalat, puasa, tawaf, dan ibadah lainnya.

Rukhsah adalah sedekah dari Allah SWT.

Sabda Nabi SAW, "(Rukhsah) itu adalah sedekah yang diberikan Allah SWT kepada kalian. Maka terimalah sedekah-Nya." (HR Muslim). Ja di, dengan menjalankan rukhsah berarti menerima hadiah dari Allah SWT berupa kemudahan yang diberikan kepada kaum perempuan.

Secara psikologis dan fisik, wanita yang sedang haid berada dalam kondisi lemah. Inilah hikmahnya mengapa rukhsah diberikan Allah untuk mereka. Meminum obat penunda haid bisa mencegah keluarnya darah haid, tapi tidak mencegah perubahan pada kondisi fisik dan psikis perempuan. Jadi, manakah diantara dua pendapat ini yang lebih rajih (kuat)? Kaum perempuan bisa memilihnya mana yang terbaik untuk dirinya dan ibadahnya. Wallahu `alam

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement