Senin 22 Jun 2015 18:07 WIB

Fatwa Layak Diserap Hukum Positif

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Agung Sasongko
Ketua MUI bidang fatwa, Maruf Amin (tengah).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ketua MUI bidang fatwa, Maruf Amin (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fatwa layak diserap dalam hukum positif Indonesia. Fatwa merupakan salah satu kontribusi umat Islam dalam pembangunan negara. "Saya pikir tidak masalah (fatwa jadi hukum positif)," ujar Wakil Sekretaris Jendral Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Imdadun Rahmat kepada ROL, Senin (22/6).

Salah satu anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) itu menilai pada dasarnya hukum positif bisa berasal dari berbagai sumber. Salah satunya adalah nilai-nilai agama.

Imdadun mengatakan, fatwa yang berkaitan dengan aspek moral universal dapat menjadi dasar hukum positif. Ia mengaku seruan-seruan moral sangat diperlukan bagi pembuatan regulasi. Meski begitu, ia mengingatkan nilai moral dan etika yang dikemukakan harus bisa diterima bukan hanya umat Islam tapi juga komunitas beragama yang lain.

"Jadi fatwa-fatwa itu harus melalui proses objektivitasi," kata Imdadun.

Imdadun menjelaskan, terdapat sejumlah nilai-nilai Islami yang universal. Contohnya berupa kemaslahatan publik, transparansi, demokrasi, dan semangat anti korupsi. Menurutnya, nilai-nilai ini dapat diserap menjadi hukum positif.

Sementara itu, terdapat beberapa nilai Islami dalam fatwa yang bersifat aturan partikular. Ia mencontohkan, larangan minum khamr atau perzinaan. Bahasa aturan tersebut, kata Imdadun, perlu diubah menjadi larangan miras atau prostitusi. "Bahasa atau diktum yang khas Islam harus diuniversalkan agar bisa berlaku untuk semua," ujarnya.

Pengubahan nama, kata Imdadun, tidak akan mengurangi esensi dari fatwa tersebut. "Sehingga kontribusi Islam baik itu dari MUI, NU, Muhammadiyah maupun ormas lain dapat diterima bagi semua masyarakat," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement