Selasa 18 Dec 2012 15:51 WIB

Menjenguk orang Non-Muslim

Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Dijadikannya menjenguk  orang  sebagai hak seorang Muslim terhadap Muslim lainnya,   sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits itu, tidak  berarti  bahwa  orang  sakit  yang non-Muslim  tidak  boleh  dijenguk.

Sebab menjenguk orang sakit itu, apa pun jenisnya, warna kulitnya, agamanya, atau negaranya,  adalah  amal  kemanusiaan  yang oleh Islam dinilai sebagai ibadah dan qurbah (pendekatan diri kepada Allah).

 

Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika Nabi SAW menjenguk anak  Yahudi  yang  biasa melayani beliau ketika beliau sakit.

Maka Nabi SAW menjenguknya dan  menawarkan  Islam  kepadanya, lalu  anak  itu  memandang  ayahnya, lantas si ayah berisyarat agar dia mengikuti Abul Qasim (Nabi  Muhammad SAW), lalu dia masuk Islam sebelum meninggal dunia.

Kemudian Nabi SAW bersabda, "Segala puji kepunyaan Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka melalui aku." (HR. Bukhari).

 

Hal ini menjadi semakin kuat apabila orang  non-Muslim  itu mempunyai hak terhadap orang Muslim seperti hak tetangga, kawan, kerabat, semenda, atau lainnya.

 

Hadis-hadis yang telah disebutkan  hanya  untuk  memperkokoh hak  orang Muslim (bukan membatasi) karena adanya hak-hak yang diwajibkan  oleh  ikatan  keagamaan.  Apabila  si  Muslim itu tetangganya, maka ia mempunyai dua hak: hak Islam dan hak tetangga.

Sedangkan jika yang bersangkutan masih kerabat, maka dia mempunyai tiga hak, yaitu hak Islam, hak tetangga, dan hak kerabat. Begitulah seterusnya.

 

Imam Bukhari membuat satu bab tersendiri  mengenai  "Menjenguk Orang  Musyrik"  dan  dalam  bab itu disebutkannya hadis Anas mengenai anak Yahudi yang dijenguk oleh Nabi SAW dan kemudian diajaknya  masuk Islam, lalu dia masuk Islam, sebagaimana saya nukilkan tadi.

 

Beliau juga menyebutkan  hadis Sa'id bin al-Musayyab dari ayahnya, bahwa ketika Abu Thalib akan meninggaldunia, Nabi SAW datang kepadanya.

 

Diriwayatkan juga dalam Fathul-Bari dari Ibnu  Baththal  bahwa menjenguk  orang  non-Muslim itu disyariatkan apabila dapat diharapkan dia akan masuk Islam, tetapi jika tidak ada harapan untuk itu maka tidak disyariatkan.

 

Al-Hafizh berkata, "Tampaknya  hal itu berbeda-beda hukumnya sesuai dengan tujuannya. Kadang-kadang menjenguknya juga untuk kemaslahatan lain."

 

Al-Mawardi  berkata,  "Menjenguk  orang dzimmi (nonmuslim yang tunduk pada pemerintahan Islam) itu boleh, dan nilai qurbah (pendekatan diri kepada Allah)  itu  tergantung  pada jenis penghormatan  yang  diberikan,  karena  tetangga  atau  karena kerabat."

sumber : Fatawa Al-Qardhawi
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement