Sabtu 04 Aug 2012 09:25 WIB

Inilah Fatwa Syekh Qaradhawi tentang Jual Beli dalam Valuta Asing (2-habis)

Rep: Hannan Putra/ Red: Heri Ruslan
Syekh Yusuf Al-Qardhawi
Foto: dw.de
Syekh Yusuf Al-Qardhawi

REPUBLIKA.CO.ID, Artinya, jika transaksi antara bank lslam dan Bank Britania itu terjadi misalnya pada hari Senin, 1 Desember, pukul 10.00, maka penyerahan dan penerimaan itu baru terjadi dua hari sesudahnya, yaitu hari Rabu, 3 Desember, pada pukul 10.00.

Apabila bertepatan dengan libur akhir pekan yaitu hari Sabtu dan Ahad menurut kebiasaan mereka, maka serah terima itu baru terjadi setelah emn hari kerja atau setelah 96 jam.

Serah terima itu kadang-kadang terjadi pada waktu itu (setelah terjadi kesepakatan) kadang-kadang setelah satu atau dua jam, bahkan kadang-kadang setelah 40 jam, hanya saja tidak sampai melebihi 48 jam, sebab sesudah 48 jam jual beli tersebut berarti tidak tunai menurut kebiasaan negara bersangkutan.

Bagaimanakah Islam menjawab hal ini? Syekh Yusuf Qardhawi menfatwakan terkait masalah ini, yaitu yang berhubungan dengan investasi sebagian bank Islam dalam jual beli valuta asing.

 

Menurut prinsip syara’, jual beli mata uang haruslah dilakukan dengan tunai, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW dalam jual beli enam macam benda yang sudah terkenal.

Karena itu, tidak sah akad jual beli mata uang dengan sistem penangguhan, bahkan harus dilakukan secara tunai ketika di tempat transaksi itu.

Hanya saja, yang menjadi kriteria "tunai” adalah menurut kebiasaan masing-masing, dan tunainya sesuatu itu menurut ukurannya sendiri-sendiri. Dalam hal ini, syara’ telah menyerahkan ukuran banyak hal kepada adat kebiasaan manusia, sebagaimana yang dikemukakan Ibnu Qudamah dan lain-lainnya, yang di antaranya adat yaitu emas, perak, beras gandum, padi gandum, kurma, dan garam.

Maka selama yang dimaksud dengan "tunai" menurut adat kebiasaan itu tidak sempurna kecuali menurut cara yang Anda sebutkan itu yang dalam hal ini berbeda dengan jual beli bertangguh, maka makna "tunai" menurut syara’ pun sudah terealisasi.

Dengan demikian, berlakulah padanya hukum-hukum yang berkaitan dengan ketunaian menurut syara’. Namun, meskipun realitas tunai itu juga mengikuti kedaruratan waktu, darurat tetap harus diukur dengan ukurannya. Maka, tidak diperkenankan bagi bank lslam menjual apa yang telah dibelinya kecuali setelah diterimanya terlebih dahulu barang itu menurut kriteria adat kebiasaan yang berlaku.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement