Sabtu 07 Jul 2012 03:45 WIB

Fatwa Qardhawi: Penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal (2-habis)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: boston.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Apakah pintu ijtihad dalam hal ini sudah benar-benar tertutup karena hadits syarif menyebutkan, "Berpuasalah kamu karena melihat hilal (tanggal 1 Ramadhan) dan berbukalah (berhari rayalah) karena melihat hilal."

Ataukah karena puasa dan berbuka (ber-Idul Fitri) itu bergantung pada hasil "melihat", bukan dengan hisab? Ataukah dalam masalah ini masih boleh dilakukan ijtihad?

Syariat Islam yang lapang ini memfardhukan puasa pada bulan Qamariyah. Penetapan masuknya bulan ini menggunakan wasilah alami yang mudah dan sederhana bagi semua umat, tidak sulit dan tidak rumit, karena umat (lslam) pada waktu itu merupakan umat yang buta huruf, tidak dapat menulis dan tidak dapat menghisab.

Wasilah tersebut ialah melihat bulan (tanggal 1) dengan mata kepala. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bersabda, “Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya. Apabila terhalang penglihatanmu oleh awan, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban 30 hari."

Diriwayatkan pula dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW menyebut-nyebut bulan Ramadhan lalu bersabda, "Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal (1 Ramadhan) dan janganlah kamu berbuka (berlebaran) sehingga kamu melihat hilal (1 Syawal). Dan jika penglihatanmu tertutup oleh awan, maka kira-kirakanlah bulan itu."

Hal demikian merupakan rahmat bagi umat ini, karena Allah tidak membebani mereka untuk menggunakan hisab, sedangkan mereka (pada waktu itu) belum mengerti hisab dan tidak dapat melakukannya dengan baik.

Kalau mereka dibebani melakukan hisab, sudah barang tentu mereka akan taklid kepada orang lain baik dari kalangan ahli kitab maupun lainnya, yang tidak seagama dengan mereka (Islam).

sumber : Fatawa Al-Qardhawi
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement