Jumat 06 Jul 2012 18:53 WIB

Fatwa Qardhawi: Penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal (1)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: boston.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Perselisihan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha kerap sekali terjadi. Semestinya dalam dua peristiwa penting ini kaum Muslimin dapat secara serempak memulai puasa dan merayakan Idul Fitri.

Kenyataannya, perbedaan pendapat dalam hal penetapan masuk dan berakhirnya bulan Ramadhan terjadi antara satu negara dengan negara lain. Bahkan, pernah dijumpai dua negara bertetangga (sama-sama negara kaum Muslim) memiliki selisih selama tiga hari.

Mengenai masalah memulai dan mengakhiri puasa, selama beberapa tahun kami juga melihat perbedaan yang sangat jauh dalam satu negara, yaitu di Jazirah Arab bagian barat.

Hal itu disebabkan mereka mengikuti perbedaan yang terjadi di negara-negara Islam dan negara-negara Arab lainnya mengenai masalah ini.

Sebagian umat Islam berpuasa bersamaan dengan Kerajaan Arab Saudi dan sebagian negara Teluk di timur. Sebagian lagi mulai berpuasa pada hari berikutnya bersamaan dengan negara tetangga, yakni Aljazair dan Tunisia di kawasan barat.

Sedangkan sebagian besar orang berpuasa pada hari sesudahnya lagi, karena mengikuti pengumuman Departemen Agama yang bertanggung jawab di negara masing-masing.

Peristiwa serupa terjadi pula pada kali lain ketika mengakhiri bulan Ramadhan untuk memulai bulan Syawal dan menetapkan hari raya. Maka sebagian berhari raya pada suatu hari, sedangkan sebagian lainnya berhari raya setelah dua hari. Apakah perbedaan pendapat di antara kaum Muslim ini masih dapat ditolerir?

Mengapa kaum Muslim tidak menggunakan hisab falaki? Padahal pada zaman kita sekarang ilmu ini sudah demikian maju, sehingga manusia bisa naik ke bulan. Apakah dengan perantaraan ilmu yang telah diajarkan Allah itu dapat diketahui kapan mulai terbitnya hilal (tanggal satu Qamariyah)?

Kondisi seperti ini telah dijadikan alasan oleh sebagian orientalis untuk melontarkan tuduhan bahwa Islam tidak mampu menghadapi perkembangan zaman. Bahkan, kebanyakan budayawan dan cendekiawan mereka melontarkan kelemahan dan keterbelakangan ini kepada para cendekiawan Muslim dari kalangan ulama dan akademisi atau kalangan perguruan tinggi yang menisbatkan diri kepada syara’ dan agama.

sumber : Fatawa Al-Qardhawi
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement