Jumat 01 Jun 2018 14:17 WIB

Belajar Memahami Sejarah Islam

Pemerintah Turki membangun museum Turki dan seni Islam.

dokumen yang dikirim dari Masjid Ummayah di Damaskus,
Foto: Republika/Arif Supriono
dokumen yang dikirim dari Masjid Ummayah di Damaskus,

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Arif Supriono, Wartawan Republika

 

ISTANBUL -- Semarak Ramadhan memang tak begitu terasa di Istanbul, Turki. Ini sangat berbeda dengan suasana menyambut Ramadhan yang terjadi di negara kita. Hampir semua komponen masyarakat di sini ikut menyambut datangnya bulan suci bagi umat Islam tersebut, paling tidak lewat ucapan di spanduk.

Di Istanbul, semarak Ramadhan lebih banyak berlangsung di lingkungan atau kawasan masjid. Di Masjid Sisli misalnya, setiap sore para petugas senantiasa menyiapkan kursi dan meja di halaman masjid yang tidak terlalu luas. Meja dan kursi itu digunakan sebagai sarana untuk  acara buka puasa bersama.

Berbeda dengan di sini, buka puasa bersama hampir selalu dilakukan di dalam masjid dan biasanya para jamaah duduk di lantai saat menyantap sajian atau menu yang disediakan. Di sana, menu buka puasa ditaruh di atas meja. Para jamaah menyantap makanan yang disediakan pengurus masjid sembari duduk di kursi. Pada umumnya, mereka yang ikut buka puasa sudah berusia lanjut.

Di Masjid Baru kawasan Grand Bazaar, saat Ramadhan hampir setiap sore usai shalat Ashar ada kajian agama. Seorang ustaz akan membahas tema tertentu, sedangkan puluhan jamaah menyimaknya. Terkadang, ustaz membaca kitab suci, sedangkan para jamaah menyimaknya.

Hal ini juga terjadi di Masjid Sulaiman yang bersejarah dan megah. Setiap sore ada tausiyah atau kajian agama. Rata-rata pesertanya mereka yang sudah dewasa. Tak terlihat adanya anak-anak yang ikut serta.

Saat salat tarawih yang berlangsung 23 rakaat (termasuk witir) juga memang ada anak-anak yang ikut. Di beberapa masjid, jamaah terlihat penuh. Namun di masjid lain, tak selalu dipenuhi jamaah shalat tarawih.

Aktivitas anak-anak atau remaja di sana, tampaknya belum begitu intensitf dengan seluk-beluk kegiatan masjid. Bisa jadi ini memang tradisi yang terjadi di sana. Mungkin juga ini karena tidak adanya pelajaran agama di sekolah-sekolah.

Upaya pemerintah Turki untuk memahami dan menanamkan cinta pada agama Islam dan negaranya ditempuh dengan membangun sebuah museum yang dibuka pada tahun 1983. Bangunan ini bernama Museum Turki dan Seni Islam. Di bulan puasa pun museum ini banyak dikunjungi, baik dewasa atau anak-anak.

photo
Jejak kaki kiri Rasulullah SAW/ Arif Supriono

Jejak sejarah Islam mulai dari Khulafaur Rasyidin (empat kalifah, yakni Abubakar Sidik, Usman bin Affan, Umar bin Khattab, dan Ali bin Abi Thalib) tertera di sini dengan masa pemerintahan dan silsilah secara detail. Sejarah singkat serta karya mereka juga dijelaskan, termasuk keramik dan karpet.

Masa kekuasaan Bani Ummayah (661-1031 M), Bani Abbasiyah (750-1258 M), serta Salahuddin Al Ayubi (Saladin) ada dalam narasi di dinding museum. Sejarah kesultanan Turki juga lenngkap tersaji, mulai Kaisar Seljuk (1040-1157 M), Dinasti Artuqid (1101-1409 M), hingga Turki Usmani (1299-1923 M).

photo
Potongan rambut Rasulullah SAW/Arif Supriono

Di zaman kesultanan Turki Usmani itu pula Alquran dibukukan. Ini berawal dari Dokumen Damaskus, yakni dokumen yang dikirim dari Masjid Ummayah di Damaskus, Yaman yang berisi koleksi ribuan halaman tentang budaya dan ayat-ayat suci. Koleksi atau pengumpulan naskah ini berlangsung lama sampai pembukuan Alquran.

Salah satu artefak favorit di museum itu adalah peninggalan Nabi Muhammad saw yang dikumpulkan oleh para sahabat. Ada gigi, pakaian, dan rambut nabi dan yang paling menarik adalah bekas jejak kaki (kiri) nabi yang diabadikan di atas batu marmer. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement