Jumat 20 Apr 2018 14:15 WIB

Bangladesh Bangun Ratusan Model Masjid Tangkal Radikalisme

Pemerintah Bangladesh umumnya tidak memiliki kontrol atau pengawasan atas masjid.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agus Yulianto
Masjid Chittagong Bangladesh
Foto: bustler.net
Masjid Chittagong Bangladesh

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Bangladesh memulai proyek miliaran dolar untuk membangun 560 model masjid di seluruh negeri pada Desember 2020. Didanai bersama oleh Arab Saudi, proyek tersebut bertujuan untuk memerangi keraguan tentang Islam dan melawan ideologi radikal. Awal bulan ini, Perdana Menteri Sheikh Hasina meresmikan sembilan model masjid melalui konferensi video. 

 

Sementara itu, Direktur Jenderal Yayasan Islam Bangladesh Shamim Mohammad Afzal mengatakan, sejumlah orang telah menyimpangkan filosofi Islam dan mengeksploitasinya sebagai alat untuk menghasilkan uang, memiliki properti, dan bahkan bercita-cita untuk memiliki negara.

 

"Penting untuk mempraktikkan Islam dengan benar di masjid dan madrasah demi perdamaian, tidak hanya di Bangladesh, tetapi di seluruh dunia," kata Afzal, dilansir di DNA India, Jumat (20/4).

 

Masjid-masjid yang akan dibangun tersebut akan terbuka untuk wanita, tidak seperti mayoritas masjid yang ada di Bangladesh. Selain itu, akan ada pusat penelitian dan budaya, perpustakaan dan pusat belajar bahasa Arab dan Haji.

 

Proyek ini juga digunakan oleh Hasina untuk menjangkau komunitas Muslim, seiring dengan Bangladesh yang akan segera menggelar pemilihan parlemen ke-11 dalam waktu kurang dari setahun. Mayoritas dari 300 ribu masjid di Bangladesh adalah didanai dan dimiliki secara pribadi.

 

Pemerintah Bangladesh umumnya tidak memiliki kontrol atau pengawasan atas masjid-masjid di sana. Karena itulah, para analis mengatakan bahwa model masjid tersebut akan menjadi cara pemerintah untuk membuat terobosan dalam mempraktikkan agama di tingkat lokal.

 

Namun, beberapa pemimpin sekuler dan pendukung Liga Awami yang berkuasa, menentang gagasan pemerintah membangun ruang-ruang ibadah bagi agama tertentu. Di sisi lain, seorang analis politik berpendapat bahwa di sebuah negara dengan lebih dari 90 persen penduduk Muslim dan dengan unsur-unsur radikal menodai reputasi negara, pemerintah harus mempertimbangkan realitas tersebut. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement