Jumat 23 Mar 2018 15:54 WIB

Jejak Pelaut Bugis dan Islamnya Warga Aborigin

penelitian telah memperlihatkan hubungan orang-orang Makassar dengan Australia.

Nelayan (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Nelayan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum penunggang unta datang ke Australia, sekitar tahun 1650, sebenarnya nelayan dari Makassar sudah menginjakkan kaki di benua itu. Para nelayan Makassar tersebut secara teratur berlayar ke perairan Australia sebelah utara dalam bentuk armada perahu yang berjumlah 30 sampai 60 perahu, masing-masing memuat sampai 30 orang. Mereka menyebut Tanah Arnhem wilayah utara Australia dengan sebutan Marege dan bagian daerah barat laut Australia disebut Kayu Jawa.

Nelayan Bugis-Makassar yang sudah beragama Islam itu menjalin kerja sama dalam bisnis dengan penduduk asli Australia, Aborigin. Hubungan ini dimungkinkan oleh perjalanan melalui laut lepas sejak dikembangkannya perahu kano yang kemudian menjadi perahu layar.

Pada abad ke-16, nelayan Bugis-Makassar mendominasi kawasan pantai utara Australia Barat (Western Australia, Northern Territory, dan Queensland). Di Benua Kanguru itu, mereka membangun rumah-rumah sementara, menggali sumur, dan menanam pohon-pohon asam. Mereka memang tidak menetap. Para nelayan itu datang di saat musim teripang.

Banyak orang Aborigin yang bekerja untuk para nelayan teripang tersebut, mempelajari bahasa mereka, menggunakan kebiasaan menghisap tembakau, membuat gambar perahu, mempelajari tarian mereka, dan meminjam beberapa kisah yang mereka ceritakan. Beberapa orang Aborigin ikut berlayar dengan para nelayan itu pada saat mereka pulang ke Sulawesi, bahkan ada yang menetap di Sulawesi.

Berbagai penelitian telah memperlihatkan hubungan orang-orang Makassar dengan Australia, terutama dengan Suku Aborigin. Misalnya, beberapa bagian bahasa Makassar menjadi bahasa yang dipakai Suku Aborigin sampai sekarang. Bahkan, keislaman nelayan Makassar yang didasarkan pada tradisi pengkhitanan, akhirnya menjadi kebiasaan sejumlah penduduk di kawasan Australia Utara.

Mereka yang tinggal di daerah pesisir mengenal kata 'prau' untuk kapal tradisional Makassar. Juga, beberapa artefak khas Makassar yang ditemukan di perkampungan Aborigin. Di gua-gua Aborigin, banyak ditemukan lukisan perahu Makassar. Kisah-kisah pelayaran cukup populer di kalangan Aborigin dan blasteran Arobirign-Bugis. Mereka mengenal istilah pulang kampung ke 'Tanah Marege' atau 'Tanah Orang Hitam' (land of the black people).

Masa-masa itu, pelaut Bugis-Makassar memerlukan waktu sekitar 60 hari untuk menempuh perjalanan Makassar-Timor-Darwin. Pada tahun 1867, Gubernur Jenderal Belanda di Makassar mencatat ada 17 Aborigin beragama Islam di Makassar. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement