Senin 12 Mar 2018 12:16 WIB

Militer Myanmar Bangun Pangkalan di Bekas Masjid Rohingya

Tentara menghancurkan empat masjid yang sebelumnya masih berdiri.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Asap  dari rumah yang terbakar di desa Gawdu Zara, negara bagian Rakhine utara, Myanmar Kamis, (7/9). Wartawan melihat api baru terbakar  yang telah ditinggalkan oleh Muslim Rohingya.
Foto: AP Photo
Asap dari rumah yang terbakar di desa Gawdu Zara, negara bagian Rakhine utara, Myanmar Kamis, (7/9). Wartawan melihat api baru terbakar yang telah ditinggalkan oleh Muslim Rohingya.

REPUBLIKA.CO.ID, RAKHINE -- Militer Myanmar membangun pangkalan atau markas militer di atas tanah bekas rumah dan masjid warga Rohingya. Hal ini disampaikan Amnesty International (organisasi Internasional independen yang mendukung HAM) setelah melihat bukti berupa foto citra satelit pada Senin (12/3).

Laporan Amnesty International menguatkan penelitian sebelumnya. Hasil penelitian sebelumnya, sejumlah bangunan di desa tempat warga Rohingya hidup ada yang belum rusak, kemudian bangunan tersebut diratakan menggunakan buldoser.

Nampak pembangunan perumahan dan jalan berjalan cepat di daerah tersebut. Ada sekitar tiga fasilitas keamanan baru yang sedang dibangun di sana. Kasus ini, warga Rohingya yang tinggal di Myanmar diusir secara paksa, tempat tinggalnya kemudian dijadikan markas militer.

"Apa yang kita lihat di Negara Bagian Rakhine adalah perampasan tanah oleh militer," kata Direktur Respons Krisis Amnesty International, Tirana Hassan, dilansir di The Guardian, Senin (12/3).

Tirana mengatakan, pangkalan baru sedang dibangun untuk menampung pasukan keamanan yang telah melakukan kejahatan terhadap warga Rohingya. Sekitar empat masjid yang sebelumnya tidak hancur kini telah dihancurkan.

Di salah satu desa tempat tinggal warga Rohingya, citra satelit menunjukkan bangunan pos polisi perbatasan baru berdiri. Sebelumnya di dekat pos polisi tersebut ada masjid yang berdiri, tapi kini telah dibongkar.

Juru bicara Pemerintah Aung San Suu Kyi dan militer tidak segera bersedia memberikan komentar tentang hal ini. Tapi Pejabat Myanmar mengatakan desa-desa diratakan dengan buldoser untuk memberi jalan dan rumah baru bagi pengungsi Rohingya yang kembali.

Myanmar dan Bangladesh mencapai kesepakatan pada November 2017 untuk memulangkan orang-orang Rohingya yang melarikan diri. Myanmar mengatakan kamp sementara untuk menampung orang-orang yang kembali sudah siap, namun prosesnya belum dimulai.

Tapi Amnesty Internasional mengatakan, wilayah tempat tinggal Rohingya tampaknya dirancang untuk menampung lebih banyak pasukan keamanan dan penduduk desa non-Rohingya. Hal ini dinilai dapat mencegah pengungsi untuk kembali.

"Rohingya yang melarikan diri dari kematian dan kehancuran di tangan pasukan keamanan tidak mungkin menemukan prospek hidup dekat dengan kekuatan yang sama (pasukan keamanan)," kata Amnesty Internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement