Jumat 09 Mar 2018 12:43 WIB

Sentimen Anti-Muslim di Sri Lanka dari Kaum Ultranasionalis

Muncul kelompok yang secara terbuka mengaku benci terhadap Islam dan Kristen.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Tentara Sri Lanka berdiri di sebuah rumah yang dirusak di Digana di pinggiran Kandy, Sri Lanka, Senin (6/3). Sekelompok umat Budha merusak dan membakar sedikitnya 11 toko milik Muslim.
Foto: AP/Pradeep Pathiran
Tentara Sri Lanka berdiri di sebuah rumah yang dirusak di Digana di pinggiran Kandy, Sri Lanka, Senin (6/3). Sekelompok umat Budha merusak dan membakar sedikitnya 11 toko milik Muslim.

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Pemerintah Sri Lanka memberlakukan keadaan darurat di seluruh negara kepulauan itu untuk pertama kalinya sejak 2011, setelah kerusuhan anti-Muslim meletus di pusat distrik Kandy.

Sebelumnya, keadaan darurat telah diberlakukan selama 40 tahun di seluruh Sri Lanka sejak 1971 selama perang sipil berdarah dengan separatis Tamil. Dalam hal ini, keadaan darurat yang baru merupakan konsekuensi dari meningkatnya sentimen anti-Muslim yang berakar pada Buddhisme ultranasionalis yang sama di balik krisis Rohingya di Myanmar.

Sebesar 75 persen dari populasi sebanyak 21 juta penduduk di negara tersebut berasal dari mayoritas Buddha Sinhala. Muslim hanya terdiri atas sekitar sembilan persen dari populasi Sri Lanka. Sementara, orang Tamil memiliki populasi sebanyak 11 persen di negara itu.

Setelah berakhirnya perang sipil dengan kelompok teror Pembebasan Harimau Tamil Eelam, The Indian Express dilansir di The Straits Time, Jumat (9/3), menyebutkan, sejumlah kelompok yang secara terbuka mengakui kebencian terhadap umat Islam dan juga umat Kristen telah muncul di Sri Lanka.

Di antara kelompok itu utamanya adalah Bodu Bala Sena (BBS), yang dibentuk pada 2012. Kelompok ini mendapatkan perlindungan dari Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse saat itu.

Kelompok ekstremis seperti BBS, yang mengukuhkan agama dengan wilayah dan bahasa, telah menangkap bangkitnya terorisme Islam sebagai isu yang mudah digunakan untuk mengutuk komunitas Muslim. Perkembangan Islam di Sri Lanka melalui institusi yang didanai Arab Saudi makin mendorong gesekan antara umat Buddha Sinhala dan Muslim.

India Today melaporkan, tren yang meningkat di kalangan wanita Muslim untuk mengenakan burqa dan pria untuk berjanggut panjang juga telah menimbulkan ketidakpercayaan. Harmoni komunal juga dipengaruhi masuknya Muslim Rohingya baru-baru ini dari Myanmar dan dukungan yang diberikan kepada mereka oleh kelompok Muslim yang dilaporkan didanai Arab Saudi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement