Sabtu 10 Feb 2018 06:59 WIB

Pekerjaan Rumah Pantai Gading

Konflik agama masih melanda negara tersebut.

Pantai Gading
Foto: .
Pantai Gading

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sayangnya, kondisi Muslim di Pantai Gading tak selalu bahagia. Konflik agama masih kerap melanda negara bersimbol gading gajah tersebut. Dalam tatanan wilayah, terjadi pemisahan wilayah antara Kristen dan Islam.

Muslimin tinggal di bagian utara dan Kristiani di selatan. Pada masa pemerintahan Henri Konan Bedie, warga Muslim di utara menjadi warga kelas dua yang tak mendapat pelayanan sama.

Ketidakharmonisan antara dua agama ini pun makin menjadi pada pemilu terakhir. Pasalnya, jumlah imigran Muslim dianggap banyak memengaruhi hasil pemilu sehingga calon presiden yang beragama Islam unggul dalam pemilu tersebut. Kericuhan pemilu berujung pada pecahnya perang saudara.

Hanya sepekan, pada April 2011, 800 orang terbunuh. Selama konflik berlangsung, sedikitnya 3.000 orang tewas. Pada Maret 2011 PBB mencatat sekitar satu juta orang mengungsi.

Pemilihan presiden yang menyebabkan konflik itu terjadi pada 28 November 2010. Dewan Konstitusi mendukung presiden incumbent Laurent Gbagbo sebagai presiden terpilih dengan 51,45 persen suara, sedangkan Komisi Pemilihan Umum menyatakan Hassan Ouattara menjadi pemenang pemilu dengan 54,10 persen suara.

Presiden Gbagbo menolak hasil yang diumumkan Komisi Pemilihan Umum dan enggan turun dari jabatan. Ia bersikeras memenangi pemilu karena didukung parlemen.

Hal ini kemudian memicu pecahnya konflik antara pendukung Gbagbo yang Kristen dengan pendukung Outtara yang Muslim. Sengketa agama yang sejak lama ada kembali berkobar.

Amerika Serikat, PBB, dan Dewan Keamanan PBB telah mengakui Hassan Ouattara sebagai pemenang. Pada April 2011 Presiden Gbagbo ditangkap, sedangkan Outtara tampil sebagai pemimpin Pantai Gading. Hingga kini, presiden Muslim itu memimpin Pantai Gading dalam kedamaian

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement